JAKARTA – Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi dalam proyek pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Proyek ini berlangsung pada 2020–2022 dengan anggaran hampir Rp10 triliun untuk pengadaan 1,2 juta unit laptop.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers menyatakan bahwa keempat tersangka diduga melakukan pemufakatan untuk memenangkan produk tertentu dan memanipulasi proses pengadaan. “Akibat perbuatan para tersangka, negara dirugikan sekitar Rp1,98 triliun,” ujarnya, Senin (15/7).
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Sri Wahyuningsih (mantan Direktur Sekolah Dasar), Mulyatsyah (mantan Direktur SMP), Ibrahim Arief (konsultan TIK), dan Jurist Tan (mantan Stafsus Mendikbudristek Nadiem Makarim). Tiga di antaranya telah ditahan, sementara Jurist Tan ditetapkan sebagai buronan karena tidak memenuhi panggilan penyidik sebanyak tiga kali.
Awal Dugaan Korupsi
Kasus ini bermula dari kajian internal pada 2019 yang menyimpulkan bahwa sistem operasi Chromebook kurang cocok diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia, terutama wilayah 3T yang minim akses internet. Namun, pada 2020, arah kebijakan berubah drastis dengan mendorong pembelian massal Chromebook.
Penyidik menyebut adanya tekanan dari pihak tertentu agar spesifikasi teknis e-katalog diarahkan secara khusus. Ibrahim Arief disebut mempengaruhi tim teknis melalui demo online yang dihadiri langsung oleh Mendikbudristek saat itu. Keputusan untuk mengganti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga dilakukan guna memperlancar agenda pengadaan.
Tindak Lanjut dan Potensi Tersangka Lain
Meski Menteri Nadiem Makarim telah dua kali diperiksa sebagai saksi, Kejagung belum menetapkannya sebagai tersangka. “Penyidikan masih berjalan, dan kami tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru,” kata Qohar.
Empat tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Kerugian negara sedang dihitung lebih lanjut bersama BPKP. Sementara itu, Kejagung juga bekerja sama dengan otoritas luar negeri untuk memburu Jurist Tan.
Dampak bagi Dunia Pendidikan
Program ini awalnya bertujuan mempercepat digitalisasi sekolah. Namun, akibat pengadaan yang tidak tepat sasaran, banyak perangkat dilaporkan tidak terpakai. “Kebijakan ini seolah hanya menguntungkan pihak tertentu, bukan peserta didik,” kata seorang pemerhati pendidikan, dikutip dari media nasional.
Kejagung memastikan bahwa semua pihak yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban. Sementara itu, masyarakat diimbau untuk tetap mengikuti proses hukum secara transparan dan menghindari spekulasi.







