[MEDAN/SUMATERA UTARA], Minggu, 12 Oktober 2025, WIB — Pemprov Sumatera Utara menyatakan pasokan dua komoditas kunci, beras dan cabai merah, surplus sepanjang 2025. Di sisi harga, Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat tren penurunan beras medium di tingkat konsumen secara nasional. Kombinasi suplai daerah dan koreksi harga nasional berpotensi menahan inflasi pangan rumah tangga di Medan dan kabupaten sekitar.
Menurut Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura Sumut, produksi gabah kering giling Januari–September 2025 sekitar 2,7 juta ton (setara 1,7 juta ton beras). Dengan kebutuhan tahunan sekitar 1,2 juta ton, terdapat surplus beras ±500 ribu ton. Cabai merah juga surplus: produksi Januari–September ±183 ribu ton dengan kebutuhan ±91 ribu ton; pasokan banyak berasal dari Karo, Tapanuli Utara, Dairi, Batubara, dan Simalungun.
“Bulan Oktober saja, produksi GKG mencapai 278 ribu ton atau 145 ribu ton beras. Dengan konsumsi 145,5 ribu ton, Sumut masih surplus sekitar 100 ribu ton,” ujar Yusfahri Perangin-angin, Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Hortikultura Sumut.
Di tingkat harga, Bapanas melaporkan rata-rata nasional beras medium cenderung turun hingga kisaran Rp 13.657–Rp 13.747 per kilogram pada akhir September–awal Oktober. Beras premium juga melandai ke sekitar Rp 15.965–Rp 15.717 per kilogram (rata-rata nasional). Perkembangan harian 12 Oktober tercatat panel harga aktif, dengan indikator beras SPHP terpantau di kisaran Rp 12 ribuan/kg di konsumen.
Bagi konsumen Sumut, stabilnya pasokan beras dan cabai merah idealnya menahan lonjakan harga di pasar. Namun disparitas antar pasar tradisional–modern dan biaya logistik bisa membuat harga di lapangan tidak seragam. Rumah tangga disarankan membandingkan harga antar pasar, memanfaatkan operasi Gerakan Pangan Murah (GPM) saat tersedia, serta mengecek label kualitas beras (medium/premium/SPHP) sebelum membeli.
Sebagai pembanding, beberapa data independen menunjukkan harga beras kualitas medium II di pasar modern Sumut awal Oktober berada di kisaran Rp 15–15,7 ribu/kg. Ini menunjukkan masih ada ruang sinkronisasi antara suplai, distribusi, dan kebijakan stabilisasi agar harga di hilir semakin bersahabat.







