Aceh Timur, Gema Sumatra – Sebanyak 19 imigran Rohingya yang baru lima hari berada di penampungan sementara di Seunebok Rawang, Aceh Timur, melarikan diri pada malam 3 November 2024.
Mereka meninggalkan lokasi tersebut tanpa sepengetahuan petugas yang berjaga.
Kejadian ini terjadi hanya beberapa hari setelah 96 imigran Rohingya mendarat di pantai Gampong Meunasah Asan, Kecamatan Madat, pada 31 Oktober 2024.
Mereka di pindahkan ke penampungan sementara setelah mendarat.
Namun, lima hari kemudian, 19 imigran melarikan diri tanpa sepengetahuan petugas.
Imigran yang kabur terdiri dari 12 perempuan dan 7 laki-laki, menurut pengakuan salah satu pengungsi yang tersisa, Mufizurrahman.
“Mereka kabur tadi malam tanpa sepengetahuan petugas,” kata Mufizurrahman.
Para imigran ini di ketahui memiliki tujuan utama menuju Malaysia, bukan Indonesia.
Mereka merasa bahwa penampungan tersebut bukan tempat yang sesuai bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan.
“Malaysia adalah tujuan utama mereka, jadi mereka memilih kabur dari sini,” lanjut Mufizurrahman.
Aris Kuswandani, seorang petugas dari Satgas UNHCR, mengonfirmasi kaburnya para imigran tersebut.
Namun, ia menyatakan bahwa pihaknya belum mengetahui pasti kemana mereka melarikan diri dan siapa yang mungkin membantu mereka dalam upaya tersebut.
“Kami tidak tahu ke mana mereka melarikan diri atau siapa yang membantu mereka,” ungkap Aris.
Petugas telah di tempatkan selama 24 jam untuk menjaga keamanan di lokasi penampungan.
Namun, kaburnya imigran ini mengungkapkan tantangan besar dalam pengawasan dan penanganan pengungsi.
Sebelumnya, pada 31 Oktober, imigran Rohingya tersebut di temukan setelah kapal yang mereka tumpangi terdampar di pesisir Aceh Timur.
Sebanyak 91 imigran di temukan oleh warga setempat dan langsung dievakuasi ke penampungan sementara.
Kasus pelarian ini memperburuk situasi yang sudah tegang. Petugas menghadapi banyak tantangan dalam mengelola kondisi pengungsi.
Sebagian besar pengungsi berasal dari etnis Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar.
Meskipun pengamanan ketat dan pengawasan oleh UNHCR, kaburnya imigran menyoroti kesulitan dalam mengelola arus migrasi yang terus meningkat.
Wilayah Aceh sering menjadi pintu masuk pengungsi, memperburuk tantangan ini.
Penanganan yang efektif membutuhkan kerjasama antara pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat.
Pihak berwenang di Aceh bekerja sama dengan lembaga terkait untuk menangani masalah pengungsi Rohingya.
Mereka mengupayakan langkah-langkah lebih lanjut untuk menjaga keamanan penampungan.
Fokus utama mereka adalah memastikan kesejahteraan pengungsi dan mencegah kejadian serupa terjadi lagi.
Sampai saat ini, masih belum ada kejelasan mengenai siapa yang terlibat dalam membantu para imigran melarikan diri, namun penyelidikan lebih lanjut terus dilakukan oleh pihak berwenang.
Kejadian ini menyoroti tantangan besar dalam mengelola krisis pengungsi yang terus berkembang.
Kerja sama antara pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Solusi tepat harus segera di temukan untuk membantu imigran yang melarikan diri dari negara mereka.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News