Aceh, Gema Sumatra – Kejaksaan Tinggi Aceh menahan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan budi daya ikan dan pakan runcah.
Kasus ini menyasar program bantuan untuk masyarakat korban konflik di Aceh Timur.
Penahanan dilakukan setelah pelimpahan perkara dari penyidik dan selama 20 hari di Rutan Banda Aceh.
Kerugian negara akibat kasus ini di perkirakan mencapai Rp15,7 miliar.
Kepala Badan Reintegrasi Aceh (BRA), Suhendri, adalah salah satu tokoh yang terlibat dalam kasus ini.
Lima tersangka lainnya juga di duga bertanggung jawab atas penyimpangan dalam program pengadaan tersebut.
Kejati Aceh bertindak setelah mendapatkan pelimpahan perkara dari penyidik.
Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Banda Aceh selama 20 hari ke depan.
Para tersangka yang juga di tahan adalah Zulfikar, Muhammad, Mahdi, Zamzami, dan Hamdani.
Zulfikar bertindak sebagai Koordinator atau penghubung Ketua BRA, sementara Muhammad menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Mahdi berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Zamzami sebagai peminjam perusahaan, dan Hamdani sebagai koordinator penghubung rekanan atau pelaksana kegiatan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, menyatakan penahanan ini untuk mencegah para tersangka melarikan diri.
Penahanan juga bertujuan untuk menghindari penghilangan barang bukti dan mencegah mereka mengulangi tindak pidana.
Tindakan ini sesuai dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (4) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penahanan ini merupakan langkah penting dalam menangani perkara korupsi.
Kerugian negara akibat proyek pengadaan yang tidak sesuai peruntukan sangat signifikan.
Program pengadaan budi daya ikan kakap dan pakan ini sebenarnya bertujuan untuk memberikan bantuan bagi masyarakat yang terdampak konflik di Kabupaten Aceh Timur.
Namun, kelompok penerima manfaat mengklaim tidak pernah menerima bibit ikan dan pakan yang di janjikan.
Penyelidikan menunjukkan bahwa bantuan tersebut tidak di salurkan sesuai rencana.
Kelompok penerima manfaat menegaskan bahwa mereka tidak pernah menandatangani berita acara serah terima.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa bantuan tersebut di selewengkan.
Pada tahun 2023, BRA menerima alokasi anggaran sebesar Rp15,7 miliar untuk pengadaan budi daya ikan dan pakan.
Dana ini di tujukan untuk membantu masyarakat yang terdampak konflik.
Namun, berdasarkan hasil penyelidikan lebih lanjut, di temukan bukti kuat bahwa anggaran tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Para tersangka, termasuk pejabat-pejabat penting dalam Badan Reintegrasi Aceh, di duga bertanggung jawab atas penyimpangan anggaran ini.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama karena menyangkut program yang seharusnya membantu masyarakat korban konflik di Aceh.
Bantuan tersebut di harapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terdampak konflik.
Namun, dugaan penyimpangan justru mengakibatkan kerugian negara yang signifikan.
Kejati Aceh akan terus memproses hukum para tersangka kasus korupsi pengadaan ikan.
Mereka berharap dapat mengungkap seluruh fakta yang terjadi dalam kasus ini.
Tujuannya adalah menegakkan keadilan bagi masyarakat yang seharusnya mendapatkan bantuan.
Kejati Aceh terus mengusut kasus ini dengan serius dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kasus ini tidak hanya berdampak pada kerugian negara, tetapi juga pada masyarakat korban konflik yang telah di rugikan akibat dugaan korupsi ini.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News