Jakarta Timur, Gema Sumatra – Kasus ini bermula pada 17 Oktober 2024 di salah satu cabang toko roti milik keluarga GSH.
Menurut keterangan korban, pelaku meminta korban untuk mengantarkan makanan ke kamar pribadinya di lantai atas toko.
Namun, Dwi Ayu menolak karena tugas tersebut tidak termasuk dalam pekerjaannya sebagai kasir.
Penolakan korban untuk memenuhi permintaan tersebut memicu kemarahan GSH, yang merasa tidak di hormati sebagai atasan.
Emosinya semakin memuncak hingga akhirnya ia meluapkannya dengan tindakan kekerasan.
GSH melemparkan kursi ke arah korban, sebuah tindakan yang tak hanya membahayakan fisik tetapi juga menciptakan ketakutan di lingkungan kerja.
Aksi ini menunjukkan hilangnya kontrol diri pelaku, yang seharusnya mampu menjaga hubungan profesional dengan bawahannya.
Dalam keadaan emosi, pelaku melemparkan kursi ke arah korban.
Lemparan itu mengenai kepala Dwi Ayu, menyebabkan luka yang membutuhkan perawatan medis.
Tak hanya itu, saksi mata menyebut GSH sempat mengeluarkan kata-kata kasar kepada korban.
Korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian sehari setelah insiden.
Dalam laporan resminya, Dwi Ayu menyebut bahwa kejadian tersebut bukan kali pertama ia menerima perlakuan kasar dari pelaku.
Setelah laporan di terima, pihak Polres Jakarta Timur segera melakukan penyelidikan.
Pada Senin (16/12/2024), polisi menetapkan George Sugama Halim sebagai tersangka.
Pelaku di tangkap di Sukabumi, tempat ia bersembunyi setelah kasus ini mencuat.
Dalam konferensi pers di Mapolres Jakarta Timur, GSH di hadirkan dengan mengenakan baju tahanan dan borgol.
Ia di jerat Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan.
Ancaman hukuman maksimal untuk pasal ini adalah lima tahun penjara.
Saat di tanya mengenai alasan tindakannya, GSH hanya menjawab, “Saya khilaf.”
Kasus ini dengan cepat menjadi viral di media sosial.
Banyak netizen mengutuk tindakan pelaku dan menyerukan boikot terhadap toko roti milik keluarganya.
Selain itu, beberapa pelanggan juga melaporkan pengalaman buruk lainnya, seperti pelayanan yang lambat dan ketidaknyamanan selama berada di toko tersebut.
Hal ini menambah kekhawatiran mengenai kualitas layanan yang di berikan.
Tak hanya itu, sejumlah serikat pekerja menggelar aksi protes di depan toko roti.
Mereka menuntut perlakuan yang lebih manusiawi terhadap karyawan dan meminta pihak keluarga GSH untuk memberikan permintaan maaf secara terbuka.
Seorang pengamat bisnis, Ahmad Syahrani, menyebut bahwa reputasi toko roti tersebut kini berada di ujung tanduk.
“Konsumen sekarang sangat sensitif terhadap isu sosial, Satu tindakan salah bisa menghancurkan kepercayaan yang telah di bangun bertahun-tahun,” ujarnya.
Kapolres Jakarta Timur, Kombes Pol Andi Prasetyo, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan tes psikologi terhadap GSH.
Langkah ini di ambil untuk mengetahui kondisi kejiwaan pelaku, yang mungkin menjadi salah satu faktor pemicu tindak kekerasannya.
Kompolnas, sebagai juga pengawas, memastikan akan segera proses hukum dalam kasus ini berjalan adil dan transparan.
Kompolnas menyebut bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting dalam memperlakukan pekerja dengan hormat dan menghormati hak-hak mereka.
Sementara itu, keluarga juga korban mengharapkan pelaku mendapatkan hukuman setimpal.
“Kami hanya ingin keadilan untuk anak kami,” ujar ayah korban, yang turut hadir di konferensi pers.
Kasus ini mencerminkan pentingnya etika dalam hubungan antara majikan dan karyawan.
Pelaku dan manajemen perusahaan harus bertanggung jawab dan mengevaluasi sistem kerja yang ada.
Sementara itu, keluarga korban mengharapkan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya.
Mereka merasa bahwa tindakan kekerasan yang di lakukan oleh George Sugama Halim tidak hanya merugikan fisik korban, tetapi juga menimbulkan trauma psikologis.
Ayah korban menegaskan bahwa mereka ingin pelaku di hukum sesuai dengan hukum yang berlaku, agar kejadian serupa tidak terulang dan memberi efek jera bagi pelaku maupun pihak lain.
Keluarga juga berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan.
Dengan bersikap kritis terhadap berbagai bentuk pelanggaran di tempat kerja, masyarakat di harapkan dapat berperan aktif dalam mengawasi dan mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang, baik oleh majikan maupun perusahaan.
Sikap kritis ini bukan hanya penting untuk menekan angka kasus serupa, tetapi juga memberikan pesan tegas bahwa tindakan tidak manusiawi terhadap pekerja tidak dapat di terima.
Selain itu, langkah ini di harapkan dapat mendorong terciptanya budaya kerja yang lebih adil, di mana setiap individu merasa di hormati dan di lindungi hak-haknya.
Dengan kesadaran bersama, kasus-kasus seperti ini di harapkan tidak hanya berkurang, tetapi dapat di hindari sepenuhnya di masa depan.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News