Angka Pernikahan di Indonesia Turun, Perempuan Makin Mandiri

Angka Pernikahan Menurun, Apa Penyebabnya?

Ket foto: Angka Pernikahan, Ilustrasi/Gemasumatra
Ket foto: Angka Pernikahan, Ilustrasi/Gemasumatra

Nasional, Gema Sumatra – Angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan signifikan berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024.

Pada tahun 2023, jumlah pernikahan yang tercatat hanya mencapai 1.577.255, turun sebanyak 128.000 dari tahun sebelumnya. Ini merupakan angka terendah dalam sedekade terakhir.

Selain itu, angka perceraian juga mengalami penurunan dari 516.344 kasus pada 2022 menjadi 463.654 kasus pada 2023.

Fenomena ini mencerminkan perubahan sosial yang cukup mendalam di tengah masyarakat.

Menurut Prof. Dr. Bagong Suyanto, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, perubahan ini tidak bisa dilepaskan dari semakin meningkatnya kemandirian perempuan di era modern.

“Kesempatan bagi perempuan untuk melanjutkan pendidikan dan memasuki dunia kerja semakin terbuka. Ketergantungan perempuan terhadap laki-laki semakin menurun, sehingga mereka tidak lagi menjadikan pernikahan sebagai satu-satunya pilihan untuk mendapatkan stabilitas ekonomi,” ujar Bagong​.

Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi tantangan tersendiri. Ketersediaan pria yang mapan secara finansial semakin berkurang, yang membuat banyak perempuan merasa tidak perlu terburu-buru untuk menikah.

“Mencari pekerjaan semakin sulit, sehingga keberadaan laki-laki mapan juga makin berkurang,” tambah Bagong​.

Hal ini semakin memperkuat tren penurunan angka pernikahan yang terlihat dalam dekade terakhir.

Penurunan angka pernikahan di Indonesia juga dipandang sebagai fenomena yang wajar dan sejalan dengan tren global.

Di banyak negara, penurunan serupa terjadi akibat perubahan nilai-nilai sosial, termasuk persepsi tentang pernikahan dan keluarga.

Data dari berbagai survei di seluruh dunia menunjukkan bahwa generasi muda saat ini lebih fokus pada pencapaian karier dan pendidikan sebelum memutuskan untuk menikah.

Hal ini di Indonesia juga sejalan dengan tren tersebut, di mana perempuan memiliki lebih banyak pilihan untuk mandiri secara finansial​.

Prof. Bagong menekankan bahwa menurunnya angka pernikahan bukanlah hal yang perlu di khawatirkan asalkan masyarakat mampu beradaptasi dengan perubahan sosial ini.

“Fenomena ini wajar dan konsekuensi yang tidak bisa di hindarkan. Yang terpenting adalah bagaimana perubahan ini bisa membawa dampak positif bagi pemberdayaan perempuan dan masyarakat secara umum,” jelasnya.

Ia juga menambahkan bahwa penting untuk memastikan perubahan ini meningkatkan modal sosial masyarakat serta kesejahteraan perempuan di Indonesia​.

Di sisi lain, tren penurunan angka perceraian juga dapat di lihat sebagai indikator positif.

Meski jumlah pernikahan menurun, penurunan angka perceraian menunjukkan bahwa pasangan yang menikah cenderung lebih matang dalam menjalani hubungan, atau setidaknya lebih selektif dalam memilih pasangan.

Dengan demikian, pernikahan yang terjadi menjadi lebih stabil dan berpotensi lebih langgeng​.

Dengan perkembangan ini, para ahli melihat bahwa struktur sosial masyarakat Indonesia mengalami pergeseran yang signifikan.

Ke depan, peningkatan kesadaran akan pentingnya perencanaan keluarga serta pendidikan tinggi dan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan dapat semakin memengaruhi angka pernikahan di Indonesia.

Fenomena ini memberikan peluang bagi pemerintah dan organisasi sosial untuk lebih fokus pada penguatan kualitas hidup individu dan keluarga​.

Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News

Ikuti juga Sosial Media kami di Facebook dan Instagram.

Exit mobile version