Hukum , Gema Sumatra– Nikah agama kerap menjadi pilihan bagi banyak pasangan karena dianggap lebih sederhana dan fokus pada nilai spiritual. Namun, aspek legalitas sering kali diabaikan, terutama terkait perlindungan harta dan hak masing-masing pihak. Dalam konteks ini, penting untuk memahami konsep perjanjian pranikah (prenup) dan pascanikah (postnup), terutama bila pernikahan belum tercatat secara hukum.
Nikah Agama dan Aspek Legalitas
Nikah Agama adalah bentuk ikatan pernikahan yang hanya dilakukan secara adat atau agama tanpa melibatkan pencatatan hukum di lembaga negara. Meski sah secara agama, pernikahan ini belum memiliki perlindungan hukum. Oleh sebab itu, penting bagi pasangan untuk mencatatkan pernikahan mereka ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
Pencatatan ini tidak hanya memberikan status hukum bagi pernikahan, tetapi juga memungkinkan pasangan untuk membuat perjanjian hukum seperti prenup atau postnup. Perjanjian ini sangat penting untuk melindungi hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam pernikahan.
Apa Itu Prenup dan Postnup?
Prenup atau perjanjian pranikah adalah kesepakatan tertulis antara calon suami dan istri yang dibuat sebelum pernikahan. Isinya biasanya mengatur pemisahan harta, pengelolaan aset, dan tanggung jawab finansial. Sebaliknya, postnup dibuat setelah pernikahan berlangsung dan memiliki fungsi yang sama, yakni memberikan kejelasan mengenai hak dan kewajiban pasangan terhadap harta atau tanggungan lain.
Prenup dan postnup memiliki dasar hukum di Indonesia yang diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Perjanjian ini harus dibuat di hadapan notaris agar memiliki kekuatan hukum.
Mengapa Prenup dan Postnup Penting?
Banyak pasangan menganggap prenup dan postnup tidak diperlukan karena merasa telah memiliki hubungan yang saling percaya. Namun, perjanjian ini bukan tanda ketidakpercayaan, melainkan bentuk perlindungan hukum bagi kedua belah pihak.
Prenup dan postnup menjadi sangat penting terutama jika salah satu pasangan memiliki bisnis, investasi, atau aset pribadi. Tanpa perjanjian ini, hukum Indonesia menganggap seluruh aset yang diperoleh selama pernikahan sebagai harta bersama. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah jika terjadi perceraian atau salah satu pihak memiliki utang.
Selain itu, perjanjian ini juga berguna untuk melindungi hak ahli waris. Dalam kasus tertentu, postnup dapat digunakan untuk mengatur pembagian harta jika salah satu pasangan meninggal dunia.
Proses Pembuatan dan Biaya
Proses pembuatan prenup atau postnup dimulai dengan konsultasi kepada notaris untuk menyusun dokumen yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam konsultasi ini, pasangan dapat menyampaikan kebutuhan mereka, seperti pemisahan harta, tanggung jawab utang, atau pengelolaan keuangan.
Biaya pembuatan prenup atau postnup bervariasi tergantung kompleksitas perjanjian dan tarif notaris yang bersangkutan. Umumnya, biaya ini lebih kecil dibandingkan potensi masalah hukum yang bisa dihindari dengan adanya perjanjian tersebut.
Tantangan dan Miskonsepsi
Salah satu tantangan terbesar dalam membuat prenup atau postnup adalah stigma negatif yang masih melekat di masyarakat. Banyak yang menganggap perjanjian ini sebagai bentuk ketidakpercayaan atau prediksi perceraian. Padahal, prenup dan postnup dirancang untuk melindungi kedua belah pihak dan memastikan keadilan dalam pengelolaan harta.
Miskonsepsi lain adalah anggapan bahwa perjanjian ini hanya diperlukan oleh pasangan yang memiliki aset besar. Nyatanya, prenup dan postnup juga relevan bagi pasangan dengan aset sederhana, terutama jika mereka memiliki rencana keuangan jangka panjang atau melibatkan utang.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News