Jakarta, 2 Juli 2025 — Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara resmi menetapkan 37 bandara dan pelabuhan sebagai titik keluar dan masuk spesimen satwa dan tumbuhan yang dilindungi dalam kerangka perjanjian internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). Kebijakan ini berlaku mulai 1 Juli 2025 dan mencakup beberapa fasilitas penting di wilayah Sumatra.
Penetapan ini bertujuan memperkuat pengawasan terhadap perdagangan spesimen flora dan fauna yang terdaftar dalam CITES, serta memastikan proses ekspor dan impor dilakukan secara legal, transparan, dan sesuai standar internasional. Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II (Palembang), Bandara Kualanamu (Deli Serdang), dan Pelabuhan Belawan (Medan) termasuk di antara fasilitas yang tercantum dalam daftar resmi tersebut.
Menurut Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK, Rudianto, langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperketat jalur keluar-masuk spesimen CITES yang selama ini rentan disalahgunakan. “Dengan penetapan titik khusus ini, kita dapat melakukan pemantauan yang lebih fokus dan menekan praktik perdagangan ilegal spesies langka,” ungkapnya dalam keterangan pers, Selasa (1/7/2025).
Di Sumatra, kebijakan ini disambut baik oleh pihak pengelola pelabuhan dan bandara. Kepala Kantor Otoritas Bandara Kualanamu, Supriyadi, menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Balai Karantina, Bea Cukai, serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam implementasi aturan ini. “Kami sudah siapkan jalur khusus dan pelatihan petugas untuk menangani pemeriksaan spesimen CITES,” ujarnya.
Spesimen yang termasuk dalam perjanjian CITES meliputi berbagai jenis satwa liar seperti burung langka, reptil, hingga tanaman hias eksotis. Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, sekaligus wilayah rawan penyelundupan spesies dilindungi.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap perdagangan legal spesimen CITES Indonesia dapat tetap berjalan untuk tujuan ilmiah atau konservasi, namun dengan pengawasan ketat yang melindungi keanekaragaman hayati nasional.







