[BANDA ACEH, Kamis, 25 September 2025, WIB] — Gubernur Aceh Muzakir Manaf memberi tenggat dua pekan bagi pelaku tambang ilegal—khususnya yang menggunakan alat berat—untuk menghentikan operasi dan menarik excavator dari kawasan hutan. Ultimatum disampaikan usai rapat paripurna DPRA yang membeberkan temuan soal skala aktivitas tambang tanpa izin dan dampaknya bagi lingkungan serta penerimaan daerah.
Pemerintah Aceh menyatakan sedang menyiapkan Instruksi Gubernur untuk menata dan menertibkan kegiatan tambang ilegal. Tahap awal fokus pada penghentian aktivitas yang merusak, selanjutnya penataan skema pengelolaan berbasis masyarakat/UMKM agar aktivitas ekonomi tidak memicu kerusakan lingkungan.
“Mulai hari ini, seluruh alat berat harus segera dikeluarkan dari hutan Aceh. Jika tidak, setelah dua minggu, akan ada langkah tegas bersama bupati/wali kota,” tegas Muzakir Manaf. Pemerintah daerah menilai praktik tambang ilegal memicu longsor, banjir bandang, serta kerusakan habitat—dengan risiko sosial dan fiskal yang besar.
Pansus DPRA soal minerba melaporkan ratusan titik tambang ilegal dengan aktivitas alat berat yang masif. Laporan pansus juga menyebut pola “uang keamanan” dari operator excavator kepada oknum penegak hukum. Klaim nominal setoran masih perlu pendalaman penegak hukum [Menunggu verifikasi].
Bagi warga di hulu–hilir DAS, penertiban diharapkan menurunkan risiko bencana dan menjaga kualitas air baku. Pelaku UMKM di sektor pertanian dan perikanan turut menantikan pemulihan lingkungan agar produktivitas tidak turun akibat sedimentasi dan pencemaran.
Kasus tambang ilegal di Aceh memiliki riwayat panjang dengan pola peralatan berat berpindah lokasi saat penertiban. Pemerintah daerah menyatakan koordinasi dengan aparat penegak hukum akan diperkuat agar penindakan konsisten.
Langkah lanjut yang disiapkan: penerbitan Instruksi Gubernur, operasi gabungan di lokasi rawan, audit izin usaha, serta kanal pelaporan warga. Masyarakat diminta tidak terlibat dalam aktivitas penambangan tanpa izin.







