JAKARTA, DKI Jakarta, Jumat, 24 Oktober 2025, WIB — Pemerintah menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium pada Agustus 2025. BPS kemudian mencatat deflasi beras pada September, namun harga masih bertahan tinggi di sejumlah zona. Di Sumatra—yang mayoritas masuk Zona 2—penurunan terasa, tetapi belum merata ke semua pasar.
HET baru beras medium ditetapkan Rp 13.500/kg (Zona 1), Rp 14.000/kg (Zona 2, mencakup sebagian besar provinsi di Sumatra), dan Rp 15.500/kg (Zona 3: Maluku–Papua). Rata-rata nasional harga beras medium per Oktober berada di kisaran Rp 13.8 ribu/kg. Di lapangan, media arus utama dan Panel Harga menunjukkan Zona 1–2 mulai di bawah atau mendekati HET, sedangkan Zona 3 masih di atas HET.
Dari sisi pasokan, Bulog menargetkan serapan domestik 3 juta ton pada 2025 dan melaporkan stok hampir 4 juta ton pada awal September. Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) telah menyalurkan ±492,5 ribu ton hingga 13 Oktober; kemasan 5 kg dijual sekitar Rp 65.500 (±Rp 13.100/kg). Meski begitu, Ombudsman menilai penyaluran dan tata kelola belum optimal.
I Gusti Ketut Astawa, Deputi Bidang Ketersediaan & Stabilisasi Pangan Bapanas — “(Kenaikan HET beras medium) itu solusi jangka pendek agar penggilingan padi tidak sangat kesulitan menerapkan harga, sementara satu harga tetap dijalankan sesuai arahan rapat koordinasi.”
Bagi warga dan pelaku usaha di Sumatra, implikasinya nyata: belanja rumah tangga masih tertekan, namun operasi pasar SPHP mulai meredam harga di kota-kota besar. Data harian PIHPS/Panel Harga menunjukkan beberapa pasar Sumatra (zona 2) sudah sejajar atau di bawah HET, tetapi disparitas antarkabupaten tetap terjadi karena biaya distribusi dan ketersediaan stok eceran. Pedagang menyiasati lewat paket SPHP 5 kg dan jadwal pasokan mingguan. [Menunggu verifikasi untuk angka rata-rata per provinsi hari ini.]
Latar belakang kebijakan: pada Januari 2025 HPP gabah dinaikkan ke Rp 6.500/kg dan ketentuan mutu pembelian pemerintah dilonggarkan, mendorong Bulog menyerap gabah/beras lebih banyak. Sejumlah analis menilai ini menimbulkan “ketat semu” di pasar ritel saat kualitas tinggi terbatas. Ombudsman memperingatkan potensi inefisiensi dan risiko kerugian negara jika tata kelola stok tak dibenahi.
Ke depan, pemerintah menyiapkan transisi implementasi HET, percepatan SPHP, dan penguatan koordinasi pusat–daerah. Untuk Sumatra, langkah taktis yang direkomendasikan: operasi pasar harian di kantong inflasi, transparansi jadwal distribusi SPHP di pasar tradisional, serta integrasi data harga provinsi dengan Panel Harga guna mengunci disparitas. Rumah tangga disarankan memanfaatkan paket SPHP dan memonitor harga harian resmi.







