MEDAN, Sabtu, 25 Oktober 2025, WIB — Hipertensi kerap disebut “pembunuh senyap” karena sering tanpa gejala hingga terjadi komplikasi. Di Sumatra—dari pesisir hingga kota-kota besar—gaya hidup tinggi garam, kurang gerak, dan paparan polusi menjadi pemicu yang bisa dikendalikan. Artikel ini merangkum panduan lengkap, mudah diterapkan di rumah, agar keluarga mampu mencegah, mendeteksi, dan mengelola tekanan darah tinggi dengan aman.
Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah berada pada atau di atas 140/90 mmHg berdasarkan pengukuran pada dua hari yang berbeda. Tekanan darah ditulis dua angka: sistolik (tekanan saat jantung memompa) dan diastolik (tekanan saat jantung beristirahat).
Organisasi kesehatan global menegaskan bahwa sebagian besar orang dengan hipertensi tidak menyadarinya karena tidak ada keluhan khas; karena itu, pemeriksaan rutin adalah kunci. Untuk sasaran kendali, pedoman menyebutkan sebagian besar orang dianjurkan mencapai <140/90 mmHg; sementara bagi mereka dengan penyakit jantung, diabetes, penyakit ginjal kronik, atau risiko kardiovaskular tinggi, sasaran yang lebih ketat (<130/80 mmHg) kerap dianjurkan oleh tenaga kesehatan.
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan menempatkan hipertensi sebagai salah satu faktor risiko utama kematian dini; pola makan tinggi garam, kurang aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan tembakau menjadi pemicu yang dapat diubah.
Paparan polusi udara lingkungan juga berkontribusi pada risiko. Fakta-fakta ini relevan bagi rumah tangga di Sumatra yang aktivitas sehari-harinya tak lepas dari mobilitas jalan raya, aktivitas industri, hingga kebiasaan konsumsi pangan tinggi garam.
Hipertensi bisa dicegah dan dikendalikan. Kuncinya kombinasi perubahan gaya hidup, pemantauan tensi yang benar, dan kepatuhan minum obat bila diresepkan. Untuk keluarga di Sumatra, manfaatkan Posbindu PTM di lingkungan dan layanan skrining PTM di Puskesmas sebagai pintu masuk deteksi dini.
Bagi warga, dampak hipertensi menyentuh hajat hidup sehari-hari: kualitas kerja menurun, biaya pengobatan meningkat, dan risiko stroke/serangan jantung yang dapat mengubah nasib keluarga. Pelaku UMKM—khususnya yang banyak berdiri lama, kurang tidur, dan konsumsi tinggi garam—perlu jadwal cek tensi berkala. Sekolah dan kantor dapat memfasilitasi edukasi “10 menit sadar tensi” sebulan sekali: pengukuran, membaca hasil, dan saran tindak lanjut.
Pemerintah daerah memiliki jejaring Posbindu PTM yang bertugas mengedukasi faktor risiko PTM (penyakit tidak menular), mengukur tekanan darah, indeks massa tubuh, gula, dan kolesterol sederhana.
Di level rumah tangga, siapkan termohon sederhana: buku catatan tensi, daftar obat rutin, dan nomor Puskesmas terdekat. Pada momen-momen rawan (misalnya musim asap kebakaran lahan yang meningkatkan polusi), perbanyak hari tanpa rokok, batasi aktivitas berat di luar ruang, dan pastikan asupan cairan cukup.
Target dan angka kunci yang perlu diingat di rumah. Pertama, batas asupan natrium: anjuran dewasa adalah <2.000 mg natrium/hari atau setara <5 g garam per hari (kurang dari satu sendok teh). Ingat, banyak natrium tersembunyi di bumbu instan, mi, keripik, saus, daging olahan, dan lauk asin.
Kedua, aktivitas fisik: kumpulkan 150–300 menit per minggu intensitas sedang (misalnya jalan cepat 30 menit × 5–6 hari) atau 75–150 menit intensitas berat, plus latihan kekuatan otot ≥2 hari/minggu. Ketiga, berat badan sehat: penurunan berat badan 5–10% pada individu dengan kelebihan berat dapat menurunkan tekanan darah bermakna.
Keempat, alkohol: jika minum, batasi—umumnya maksimal 1 gelas/hari untuk perempuan dan 2 gelas/hari untuk laki-laki. Kelima, berhenti merokok secara total; tidak ada batas “aman” bagi pembuluh darah.







