GEMASUMATRA.COM — Provinsi Aceh mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif sepanjang tahun 2024. Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku PDB Aceh mencapai Rp 65,36 triliun, sementara atas dasar harga konstan (2010) sebesar Rp 40,85 triliun.
Dengan capaian tersebut, perekonomian Aceh tumbuh sebesar 4,66 persen secara tahunan (c-to-c). Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tercatat 4,23 persen, menunjukkan tren pemulihan dan konsolidasi ekonomi pasca-pandemi.
“Pertumbuhan ekonomi Aceh tahun 2024 sangat dipengaruhi oleh aktivitas konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah, serta peningkatan ekspor barang dan jasa,” ungkap Kepala BPS Aceh, Ihsanurijal, dalam konferensi pers awal tahun yang digelar di Banda Aceh.
Pertanian Masih Dominan, Tapi Jasa Keuangan Tumbuh Paling Cepat
Dari sisi struktur, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan masih menjadi penyumbang terbesar terhadap PDRB Aceh, dengan kontribusi mencapai 30,97 persen. Sektor perdagangan menyumbang 14,99 persen, disusul administrasi pemerintahan sebesar 9,08 persen.
Namun demikian, sektor yang mengalami pertumbuhan paling tinggi secara tahunan adalah jasa keuangan dan asuransi, yang tumbuh 22,04 persen, serta transportasi dan pergudangan yang naik 16,79 persen. Sektor pertambangan dan penggalian juga mengalami rebound dengan pertumbuhan sebesar 11,16 persen, setelah sempat melambat pada tahun-tahun sebelumnya.
BPS menyebutkan, efek dari penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI di Aceh dan Sumatera Utara turut mendorong pertumbuhan signifikan pada kuartal ketiga 2024, dengan lonjakan PDRB mencapai 5,17 persen dibanding triwulan sebelumnya.
Kota Banda Aceh Tertinggi, Ketimpangan Masih Terlihat
Data PDRB per kapita menunjukkan bahwa Kota Banda Aceh mencatatkan nilai tertinggi di provinsi ini, yakni Rp 98,2 juta per tahun. Sementara kabupaten-kabupaten lain seperti Nagan Raya dan Aceh Barat mencatatkan PDRB per kapita masing-masing Rp 70,4 juta dan Rp 67,9 juta.
Kondisi ini menandakan masih adanya ketimpangan ekonomi antardaerah, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Pemerintah daerah didorong untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan konektivitas di wilayah pinggiran guna mendongkrak kontribusi ekonomi lokal.
Kontribusi PDB Aceh ke Sumatra dan Nasional
Secara regional, Aceh menyumbang sekitar 4,99 persen terhadap total PDRB Pulau Sumatra. Meski belum menjadi provinsi dengan kontribusi terbesar, peran Aceh dinilai cukup strategis mengingat kekayaan sumber daya alam, lokasi geopolitik, dan potensi industri halal dan energi terbarukan di masa depan.
Namun demikian, pengamat ekonomi dari Universitas Syiah Kuala, Dr. Muhammad Fadli, menyarankan pemerintah tidak terus bergantung pada sektor primer seperti pertanian dan tambang. Menurutnya, Aceh harus mulai mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif, industri pengolahan, dan digitalisasi UMKM.
“Tanpa diversifikasi ekonomi yang serius, kita akan terus terjebak dalam struktur ekonomi tradisional yang sangat rentan terhadap fluktuasi cuaca, harga komoditas global, dan keterbatasan daya saing,” ujarnya kepada Gema Sumatra, Rabu (3/7).
Tantangan & Harapan PDB Aceh
Meskipun pertumbuhan Aceh tergolong stabil dalam rentang 4–5 persen dalam tiga tahun terakhir, sejumlah tantangan masih membayangi, mulai dari ketimpangan wilayah, minimnya investasi luar daerah, hingga keterbatasan tenaga kerja terampil.
Pemerintah provinsi Aceh sendiri menargetkan pertumbuhan PDB Aceh 2025 mencapai minimal 5 persen, dengan mendorong masuknya investasi baru di sektor industri halal, perikanan terpadu, dan energi.
“Momentum pemulihan pascapandemi dan kesuksesan PON XXI harus dijadikan titik tolak untuk reformasi struktural ekonomi daerah. Jangan hanya bergantung pada APBA dan sektor primer,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal Aceh, T. Reza Fahlevi.