Nasional, Gema Sumatra – Pada Jumat dini hari (22/11), tragedi terjadi di parkiran Polres Solok Selatan, Sumatera Barat.
Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar (57), menembak mati Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, Kompol Ryanto Ulil Anshar (34), menggunakan pistol dinas HS-9.
Sebanyak sembilan peluru di lepaskan, dua di antaranya mengenai kepala korban, yang langsung meninggal di lokasi.
Tindakan ini di duga terkait penangkapan pelaku tambang ilegal galian C oleh korban, yang membuat Dadang tidak senang.
Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono, menegaskan, Dadang telah menyerahkan diri dan kini menjadi tersangka.
Barang bukti seperti senjata, peluru yang tersisa, dan rekaman CCTV di lokasi kejadian telah di amankan.
“Kami akan menindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Tidak ada toleransi untuk perilaku seperti ini dalam institusi Polri,” ujar Kapolda dalam pernyataannya.
Dadang di jerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang mengancamnya dengan hukuman mati.
Selain itu, ia di jerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan Pasal 351 ayat 3 KUHP terkait penganiayaan yang menyebabkan kematian.
Kombes Pol Andry Kurniawan, Dirreskrimum Polda Sumbar, menyatakan bahwa proses penyidikan sedang berlangsung dan kasus ini menjadi prioritas.
Secara etika, Dadang juga terancam pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, menambahkan, “Dadang melanggar sumpah jabatan dan kode etik profesi Polri. Proses PTDH akan kami percepat agar memberikan pesan tegas kepada seluruh anggota.”
Kompol Ulil di kenal sebagai sosok yang tegas dan berdedikasi dalam menegakkan hukum, khususnya terhadap aktivitas tambang ilegal yang merugikan lingkungan.
Penangkapan pelaku tambang ilegal yang dilakukan Ulil menjadi awal konflik ini.
Sebelum penembakan terjadi, Ulil sempat menerima telepon dari Dadang yang di sinyalir berkaitan dengan kasus tersebut.
Ketika Ulil keluar untuk mengambil ponsel di mobilnya, penembakan berlangsung.
Kasus ini memicu perhatian publik karena melibatkan konflik internal di tubuh Polri. Pengamat hukum pidana, Prof. Rina Setiowati, menyatakan,
“Kasus ini menunjukkan urgensi penegakan integritas dan reformasi institusi. Hukum harus di tegakkan tanpa pandang bulu.”
Komunitas masyarakat sipil juga mengecam keras peristiwa ini.
“Kami berharap kasus ini di selesaikan secara transparan untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada Polri,” kata Ketua LSM Anti Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan, Rizal Tanjung.
Hingga kini, proses hukum dan penyidikan masih berjalan.
Kejadian ini menjadi pengingat betapa pentingnya menjaga profesionalisme dan integritas di institusi penegak hukum.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News