Fatih Architecture Studio Banner
Fatih Architecture Studio Banner

Brigadir Nurhadi Tewas di Vila Gili Trawangan, Dua Atasan Jadi Tersangka

Brigadir Propam Polda NTB tewas di vila, dua atasannya ditetapkan tersangka

Brigadir Nurhadi
Brigadir Nurhadi

Mataram, GemaSumatra.com – Kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, anggota Propam Polda NTB, menjadi perhatian nasional setelah penyelidikan resmi menetapkan tiga orang tersangka, dua di antaranya adalah atasan korban sendiri. Nurhadi ditemukan tewas di kolam renang sebuah vila mewah di Gili Trawangan pada 16 April 2025 lalu. Kini, Polda NTB mengungkap bahwa kematiannya bukanlah kecelakaan biasa.

Menurut penyelidikan, Nurhadi menginap di Vila Tekek, Gili Trawangan, bersama dua atasannya, Kompol IMY dan Ipda HC, serta dua wanita berinisial P dan M. Malam itu mereka terlibat dalam pesta pribadi yang melibatkan konsumsi alkohol, ekstasi, dan obat penenang jenis riklona. Pesta berujung tragis ketika Nurhadi ditemukan tak bernyawa di dasar kolam renang, sekitar pukul 21.00 WITA.

Awalnya, kasus ini nyaris ditutup dengan dugaan kecelakaan. Namun, hasil autopsi yang dilakukan kemudian membuka fakta mencengangkan. Tim forensik menemukan patah pada tulang lidah dan memar di bagian wajah korban—indikasi kuat adanya tindakan kekerasan sebelum kematian. Temuan ini diperkuat dengan hasil poligraf yang menunjukkan inkonsistensi keterangan para saksi.

Baca Juga:  Kericuhan di Kebun Raya Bogor Satpam Jadi Korban Penganiayaan

Polda NTB kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Kompol IMY, Ipda HC, dan seorang perempuan berinisial M yang turut berada di lokasi kejadian. Ketiganya dijerat dengan pasal penganiayaan yang menyebabkan kematian, yaitu Pasal 351 ayat (3) dan Pasal 359 KUHP.

“Mereka sudah kami tetapkan sebagai tersangka. Proses hukum masih terus berjalan dan kami mendalami peran masing-masing dalam insiden ini,” kata Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat, dalam konferensi pers.

Baca Juga:  Kematian Istri Dokter di Lhokseumawe Diduga Dianiaya

Hingga kini, hanya tersangka M yang ditahan secara resmi karena bukan anggota Polri dan dianggap berpotensi melarikan diri. Sementara itu, dua perwira polisi tersebut telah diberhentikan tidak dengan hormat dan tengah menunggu proses lanjutan.

Kasus ini menyoroti isu serius tentang integritas dan pengawasan internal di tubuh kepolisian. Publik mempertanyakan mengapa pesta dengan substansi ilegal bisa melibatkan personel kepolisian, dan mengapa kematian seorang anggota justru terjadi di bawah pengawasan atasannya.

Baca Juga:  Dianiaya, Guru Ngaji di Aceh Utara Melapor ke Polisi

Pakar kriminologi dari Universitas Mataram menyebut peristiwa ini sebagai “krisis etik dalam lembaga penegak hukum.” Ia menekankan pentingnya evaluasi sistem pengawasan internal dan perlindungan saksi dalam kasus yang melibatkan aparat.

Polda NTB menyatakan masih akan melanjutkan proses investigasi, termasuk audit forensik tambahan dan pelacakan rekaman CCTV serta penguatan bukti toksikologi. Diharapkan, proses hukum bisa menjadi langkah koreksi institusional demi mencegah kejadian serupa terulang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *