Kisah Pilu Korban Pemerkosaan Lapor Polisi Malah Dipenjara

Komisi III DPR Dorong Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual

Ket foto: Kisah Pilu Korban Pemerkosaan Lapor Polisi Malah Dipenjara (Sumber Foto: Instagram/fakta.indo)
Ket foto: Kisah Pilu Korban Pemerkosaan Lapor Polisi Malah Dipenjara (Sumber Foto: Instagram/fakta.indo)

Jawa Tengah, Gema Sumatra – Seorang warga Solo, Jawa Tengah, Yudi Setiasno, mengungkapkan penderitaan keluarganya terkait kasus pemerkosaan yang menimpa istri dan anaknya pada tahun 2017.

Laporan ke Polres Surakarta tak berkembang, membuat Yudi frustrasi dan mengadu ke Komisi III DPR RI.

Dalam rapat di Senayan, Kamis (19/12/2024), Yudi mengungkapkan bahwa istri dan anaknya menjadi korban kekerasan seksual oleh penghuni kos.

“Saya hanya ingin keadilan untuk istri dan anak saya,” ujarnya dengan suara bergetar.

Yudi memaparkan bahwa alih-alih mendapatkan perlindungan, ia justru di tuduh sebagai pelaku saat melaporkan kasus tersebut.

Ia ditahan tiga hari tanpa diberi makan dan dipaksa menandatangani BAP tanpa membacanya.

“Saya di kurung, tidak di beri makan, dan di suruh tanda tangan BAP tanpa boleh membaca isinya,” ungkap Yudi sambil menangis.

Kisah ini memicu kemarahan publik atas penanganan kasus kekerasan seksual yang dianggap melanggar hak asasi manusia.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, merespons pengaduan ini dengan tegas.

Ia meminta Kapolda Jawa Tengah untuk segera menindaklanjuti laporan yang di ajukan oleh Yudi.

Komisi III merekomendasikan pendampingan LPSK untuk melindungi keluarga korban secara hukum.

Habiburokhman juga mengusulkan evaluasi terhadap penyidik yang menangani kasus ini untuk memastikan tidak ada pelanggaran etik dalam proses hukum.

“Kita tidak ingin ada korban yang justru di perlakukan sebagai pelaku,” tegasnya.

Unggul Sitorus, kuasa hukum Yudi, menyatakan bahwa penanganan kasus ini menunjukkan lemahnya sistem perlindungan bagi korban kekerasan seksual.

Menurutnya, perhatian dari Komisi III DPR dapat menjadi langkah awal untuk membongkar praktik-praktik yang menghambat penegakan hukum.

Kasus ini memicu diskusi tentang perlunya reformasi sistem peradilan, terutama dalam menangani kekerasan seksual.

Banyak pihak menilai bahwa dukungan politik di perlukan untuk memastikan aparat penegak hukum bekerja secara profesional dan berkeadilan.

Tragedi keluarga Yudi mengungkap lemahnya sistem hukum dan rentannya korban kekerasan seksual dalam mencari keadilan.

Kasus ini menunjukkan bahwa reformasi hukum mendesak agar tidak ada lagi korban yang menunggu bertahun-tahun untuk keadilan.

Komisi III DPR RI berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas, memberi harapan bagi keluarga Yudi dan korban kekerasan seksual lainnya.

Dengan perhatian publik yang terus meningkat, di harapkan langkah nyata segera di ambil untuk menyelesaikan kasus ini.

Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News

Ikuti juga Sosial Media kami di Facebook dan Instagram

Exit mobile version