GEMASUMATRA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Dr. Muryanto Amin, untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.
Pemeriksaan dilakukan di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padangsidimpuan pada Jumat, 15 Agustus 2025. KPK menjadwalkan Muryanto Amin hadir bersama sejumlah saksi lainnya guna memberikan keterangan terkait proyek yang bernilai sekitar Rp231,8 miliar.
Selain Rektor USU, KPK juga memanggil 12 saksi lain, terdiri dari pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, pejabat PUPR di tingkat kabupaten, pegawai Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), serta beberapa pihak swasta, termasuk perwakilan showroom mobil.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025. Dalam operasi tersebut, sejumlah pihak diamankan karena diduga terlibat dalam praktik suap terkait proyek pembangunan jalan di Mandailing Natal dan sekitarnya.
Hanya dua hari berselang, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut, Heliyanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut, serta dua direktur perusahaan kontraktor, yakni M. Akhirun Efendi dari PT Dalihan Natolu Group dan M. Rayhan Dulasmi Piliang dari PT Rona Na Mora.
Berdasarkan penyidikan awal, nilai enam proyek yang menjadi fokus kasus ini mencapai sekitar Rp231,8 miliar. Dari jumlah tersebut, diduga ada praktik suap sebesar 10 hingga 20 persen dari total nilai proyek yang mengalir kepada pihak tertentu.
Pemanggilan Rektor USU sebagai saksi diharapkan dapat membantu memperjelas aliran dana serta jaringan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Hingga kini, KPK menegaskan masih terus mengembangkan penyidikan untuk menjerat pihak lain yang diduga terkait.
Kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara ini menjadi sorotan publik, mengingat anggaran infrastruktur yang seharusnya digunakan untuk pembangunan daerah diduga disalahgunakan demi kepentingan pribadi sejumlah oknum.







