BALIGE, OPINI – Indonesia terkenal dengan kebudayaan yang beragam. Baik dari gagasan, aktivitas maupun artefak. Era kemajuan teknologi saat ini sangat mudah untuk memperkenalkan kebudayaan yang kita miliki salah satunya dengan menyebarkan di sebuah platform yang dapat diakses pengguna dengan cepat. Contohnya, pada saat ini satu kebudayaan akan terpublikasi dalam bentuk artikel. Kebudayaan tersebut adalah Onan Balerong yang terdapat di Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara.
Sejarah Onan Balerong
Onan artinya ‘pasar atau tempat terjadinya interaksi berupa menjual dan membeli berbagai produk atau jasa’ ditetapkan pada hari Jumat.
Menurut buku Silahisabungan (2001:1), Balige adalah Desa Sabungan Kerajaan Batak yang dipimpin oleh Raja Tuan Sorba di Banua. Kata “Balige” pertama kali muncul dari perkataan orang Persia yang artinya ‘mahligai, istana, puri, atau tempat tinggal bagi raja’ di sinilah dibangun Onan Balerong.
Bangunan yang berdesain tradisional merupakan peninggalan Belanda dengan ciri khas Batak. Bentuk dari peninggalan bersejarah ini telah bertransformasi dari waktu ke waktu hingga sampai pada masa sekarang di mana telah dirombak untuk menghasilkan tempat jual beli yang lebih banyak dan lebih modern.
Bangunan berjejer memanjang yang terdiri dari enam bangunan menjadi ikon kota Balige. Onan Balerong dibangun pada masa kedatangan Belanda tahun 1936. Bangunan ini memiliki bentuk sopo atau lumbung ‘tempat menyimpan padi dalam arsitektur tradisional Batak Toba.’ Sejarahnya, pembangunan Balerong dikepalai oleh enam orang arsitek bermarga Batak. Itulah mengapa terdapat enam bentuk desain sopo pada Onan Balerong yang masih dipertahankan hingga kini.
Setiap sopo memiliki corak yang berbeda karena semua pengerjaannya memang dilakukan dengan manual, seperti memotong besi, memotong kayu, pengukuran, dan juga membuat lubang- lubang pada besi. Corak dan pola ukiran itu disebut gorga Batak Toba yang merupakan ciri khas dari rumah adat Batak. Biasanya terdapat di dinding rumah bagian luar dan bagian depan dari rumah-rumah adat Batak.
Gorga ini dibuat dengan cara memahat kayu dan mengecatnya dengan tiga macam warna, yaitu merah, hitam, dan putih. Ketiga warna ini disebut tiga bolit. Arti dari motif mencerminkan filosofi dari kehidupan orang Batak yang suka musyawarah, gotong-royong, suka berterus terang, sifat terbuka, dinamis, dan kreatif.







