BATUBARA, Jumat, 14 November 2025, 09.30 WIB — Penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menggeledah kantor PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) di Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Kamis (13/11/2025). Langkah ini bagian dari penyidikan dugaan korupsi penjualan aluminium tahun 2019 kepada PT Prima Alloy Steel Universal (PASU) Tbk, yang menurut temuan BPK berpotensi menimbulkan kerugian ratusan miliar rupiah bagi perusahaan.
Penggeledahan berlangsung sekitar pukul 10.30–16.00 WIB dan menyasar sejumlah ruang strategis, antara lain ruang Direktur Keuangan, Direktur Layanan Strategis, Direktur Produksi, Direktur Pelaksana dan Pengembangan Bisnis, Direktur Human Capital, Kepala Departemen Logistik/Pengadaan, serta ruang arsip kantor pusat Inalum di kawasan ekonomi khusus Kuala Tanjung.
Dari lokasi, penyidik menyita dokumen pengiriman dan penjualan produk aluminium, laporan keuangan, serta berkas lain yang berkaitan dengan transaksi Inalum ke PT PASU Tbk pada 2019. Dokumen itu memuat proses penjualan sejak perencanaan hingga pembayaran, dan kini dianalisis sebagai alat bukti untuk menguatkan konstruksi perkara.
Pelaksana Harian Kasi Penkum Kejati Sumut, Indra Ahmadi Hasibuan, menjelaskan penggeledahan dilakukan berdasarkan izin Pengadilan Negeri Medan dan surat perintah Kepala Kejati Sumut. “Penggeledahan ini untuk mencari bukti tambahan terkait dugaan penyimpangan penjualan aluminium Inalum kepada PT PASU pada 2019. Hasilnya akan digunakan memperjelas siapa saja pihak yang bertanggung jawab,” ujar Indra di Medan.
Kasus ini mendapat perhatian publik karena terkait BUMN strategis yang menjadi salah satu penopang ekonomi di Kabupaten Batubara dan Sumatera Utara. Ribuan pekerja dan aktivitas usaha di sekitar kawasan industri Kuala Tanjung bergantung pada kinerja Inalum. Jika praktik tata kelola terbukti bermasalah, efisiensi perusahaan bisa terganggu dan berpotensi berdampak pada kontribusi pendapatan daerah maupun iklim investasi kawasan.
Sebelumnya, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat potensi kerugian PT Inalum sekitar US$8,95 juta atau setara Rp146,11 miliar dari penjualan aluminium alloy kepada PT PASU dengan skema pembayaran document against acceptance tanpa agunan. Kebijakan ini dinilai menyimpang dari aturan internal yang mensyaratkan pembayaran di muka dan meningkatkan risiko piutang tidak tertagih. BPK merekomendasikan direksi Inalum memperkuat manajemen risiko dan penagihan piutang.
Kejati Sumut menegaskan, hingga kini perkara masih dalam tahap penyidikan dan belum ada penetapan tersangka. Penyidik akan melanjutkan pemeriksaan saksi, menguji dokumen yang disita, serta berkoordinasi dengan auditor untuk menghitung secara rinci potensi kerugian. Ke depan, publik menunggu transparansi proses hukum sekaligus perbaikan tata kelola di tubuh BUMN agar kasus serupa tidak berulang.







