Fatih Architecture Studio Banner
Fatih Architecture Studio Banner

JPU Tuntut Ayah Rudapaksa Anak 200 Bulan di Banda Aceh

Persidangan di Mahkamah Syar’iyah; rentang kejadian 2022–2025, JPU sebut pelaku ancam korban

Ilustrasi Mahkamah Syar’iyah

BANDA ACEH, Selasa, 23 September 2025, WIB — Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Banda Aceh menuntut seorang ayah berusia 55 tahun dengan hukuman penjara 200 bulan atas tindak pidana rudapaksa terhadap anak kandungnya. Tuntutan dibacakan pada sidang di Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh. Kasus ini penting bagi warga karena menyangkut perlindungan anak, keadilan korban, dan efek jera pelaku kekerasan seksual.

Menurut berkas perkara yang diuraikan JPU, perbuatan dilakukan berulang sejak Desember 2022 hingga Februari 2025 di rumah keluarga di Kota Banda Aceh. Terdakwa hadir tanpa penasihat hukum. Majelis hakim diketuai Rokhmadi. JPU menilai unsur jarimah pemerkosaan terhadap pihak yang berstatus mahram terpenuhi sesuai Pasal 49 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

JPU Luthfan Al Kamil, Jaksa Kejari Banda Aceh — “Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, terdakwa melakukan rudapaksa terhadap anak kandungnya di bawah ancaman. Kami menuntut ‘uqubat’ penjara 200 bulan, sesuai ketentuan Qanun Jinayat.” JPU juga menyampaikan, rentang waktu kejadian dimulai saat korban masih duduk di kelas IX SMP dan berlanjut hingga korban berusia 17 tahun.

Baca Juga:  Gempa M4,5 Guncang Banda Aceh, Tak Berpotensi Tsunami

Bagi warga, perkara ini menegaskan perlunya pengawasan keluarga, peran lingkungan, dan akses layanan pendampingan psikologis bagi korban. Pemerintah daerah, lembaga perlindungan anak, serta sekolah di Banda Aceh diharapkan memperkuat mekanisme pelaporan dini, konseling, dan rujukan medis-psikososial. Bagi UMKM/pekerja harian, ketersediaan layanan ramah anak di gampong juga krusial agar korban memperoleh dukungan tanpa beban biaya.

Baca Juga:  Kasasi? Belum. PT DKI Kuatkan Vonis 7,5 Tahun Eks Dirjen Perkeretaapian di Kasus Rel KA Sumut–Aceh

Secara latar, Aceh beberapa kali mencatat vonis atau tuntutan tinggi terhadap pelaku kekerasan seksual anak, termasuk perkara hubungan mahram. Qanun Jinayat menjadi dasar pemidanaan dengan kombinasi ‘uqubat’ penjara, cambuk, dan/atau denda (‘uqubat maliyah’) sesuai pembuktian unsur. Di sisi lain, aktivis perlindungan anak mendorong peningkatan layanan pemulihan trauma serta edukasi pencegahan berbasis keluarga dan sekolah.

Baca Juga:  Aceh Tanggap Darurat Bencana, 22 Warga Meninggal

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembelaan terdakwa. Aparat penegak hukum mengimbau masyarakat tidak menyebarkan identitas korban dan mengarahkan dukungan melalui layanan resmi. Warga diminta aktif melapor jika mengetahui indikasi kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan sekitar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *