BIREUEN, Selasa, 23 September 2025, WIB — Kejaksaan Negeri Bireuen memediasi perkara penganiayaan di Desa Glumpang Bungkok, Kecamatan Samalanga, hingga berakhir damai. Tersangka berinisial MA dan dua korban, Ramlah serta Mutia Rahmi, sepakat bermaafan di hadapan keluarga dan aparatur gampong. Perkara diusulkan dihentikan melalui mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice/RJ) setelah terpenuhi syarat materiil dan formil.
Penganiayaan terjadi pada 27 Mei 2025 sekitar pukul 16.25 WIB. Dari kronologi yang dipaparkan jaksa, peristiwa dipicu emosi spontan setelah anak MA pulang mengaji sambil menangis dan mengaku dijambak anak lain. MA kemudian menegur orang tua anak tersebut dan terjadi adu mulut yang berujung pemukulan. Korban mengalami luka ringan dan mendapatkan perawatan. Perkara ditangani penyidik hingga berkas diekspos untuk opsi RJ sesuai ketentuan Pasal 351 ayat (1) KUHP dan pedoman Jaksa Agung tentang RJ.
Kepala Kejari Bireuen, Munawal Hadi — “Perkara ini memenuhi syarat keadilan restoratif: ancaman pidana di bawah batas tertentu, kerugian telah dipulihkan, dan para pihak sepakat berdamai. Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” ujarnya seraya menegaskan perdamaian disaksikan keluarga dan perangkat desa. Kesepakatan damai menjadi dasar pengusulan penghentian penuntutan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) melalui Kejati Aceh.
Bagi warga, penyelesaian RJ penting untuk pemulihan korban, kepastian hukum yang cepat, dan pemeliharaan kerukunan gampong tanpa menambah beban sosial. Namun penegak hukum menekankan bahwa RJ bukan impunitas—penghentian penuntutan hanya dapat dilakukan jika syarat substantif terpenuhi, termasuk pengakuan kesalahan, itikad baik memulihkan keadaan, dan jaminan tidak mengulangi.
Dalam beberapa bulan terakhir, Kejari Bireuen tercatat aktif memfasilitasi perkara ringan hingga sedang melalui RJ. Praktik ini sejalan dengan kebijakan kejaksaan yang mendorong penyelesaian berkeadilan, mengurangi over kapasitas tahanan, dan mengembalikan harmoni sosial. Sementara itu, perkara dengan korban rentan atau akibat berat tetap ditempuh jalur peradilan pidana biasa.
Tahap selanjutnya, Kejari akan mengajukan ekspose RJ untuk persetujuan Jampidum. Aparatur gampong diminta memantau implementasi kesepakatan damai, termasuk komitmen tersangka membantu kebutuhan korban sesuai yang disepakati. Warga diimbau menempuh jalur musyawarah terlebih dahulu pada perselisihan ringan, dan melapor melalui saluran resmi bila terjadi kekerasan.







