JAKARTA, 7 Juli 2025 — Pada 3 Juli 2025 lalu, Bumi mencapai titik terjauh dari Matahari dalam orbit tahunannya. Fenomena yang dikenal sebagai aphelion ini terjadi ketika jarak antara Bumi dan Matahari mencapai sekitar 152 juta kilometer—lebih jauh dibanding saat perihelion, ketika Bumi berada paling dekat dengan Matahari pada Januari lalu.
Secara ilmiah, aphelion adalah bagian dari orbit elips Bumi yang terjadi sekali dalam setahun, biasanya berlangsung sekitar dua minggu setelah titik balik matahari musim panas di belahan utara. Pada saat ini, intensitas sinar matahari yang sampai ke Bumi menurun sekitar 6 hingga 7 persen, membuat ukuran Matahari terlihat sedikit lebih kecil dari biasanya jika diamati dari Bumi.
Meski terdengar signifikan, para ahli memastikan bahwa aphelion tidak berdampak nyata pada suhu harian atau kondisi cuaca ekstrem di Bumi, termasuk di Indonesia.
“Efek aphelion terhadap iklim atau cuaca sangat kecil, bahkan nyaris tidak terasa,” kata Deputi Bidang Meteorologi BMKG dalam keterangan resminya. Ia menjelaskan bahwa suhu dan musim lebih banyak dipengaruhi oleh kemiringan sumbu Bumi serta sirkulasi atmosfer regional seperti monsun dan angin pasat.
Di Indonesia, aphelion biasanya terjadi bersamaan dengan musim kemarau. Namun, hal tersebut bukan disebabkan oleh jarak Bumi dengan Matahari, melainkan oleh pola angin musiman dari Pasifik dan Australia yang mengalirkan massa udara kering ke wilayah nusantara.
Kendati demikian, aphelion tetap menjadi momen menarik bagi kalangan astronomi dan pengamat langit. “Meskipun tidak berpengaruh besar bagi cuaca, aphelion mengingatkan kita bahwa orbit Bumi bukan lingkaran sempurna,” ujar Ahmad Baiquni, astronom amatir dari Planetarium Jakarta.
Di masa mendatang, pemahaman tentang orbit dan posisi Bumi seperti aphelion dan perihelion diharapkan bisa membantu edukasi publik tentang dinamika tata surya dan membedakan antara mitos dengan fakta ilmiah.