Medan, 2 Juli 2025 — Perekrutan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kembali menuai sorotan. Sejumlah pakar otonomi daerah (otda) menilai proses mutasi dan promosi jabatan yang dilakukan Pemprov Sumut pada pertengahan tahun ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kritik muncul setelah beberapa pejabat eselon II dan III diangkat tanpa melalui mekanisme seleksi terbuka (open bidding) sebagaimana diatur dalam sistem merit. Menurut pengamat otonomi daerah dari Universitas Sumatera Utara, Dr. Ahmad Damanik, pengangkatan pejabat tanpa uji kompetensi dan transparansi adalah bentuk deviasi dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
“Dalam UU Otda dan regulasi ASN, setiap jabatan pimpinan tinggi harus diisi melalui seleksi terbuka yang objektif dan berdasarkan kompetensi. Jika itu tidak dilakukan, maka ada potensi pelanggaran serius terhadap aturan,” ujar Damanik dalam diskusi publik yang digelar Selasa (1/7/2025).
Ia juga menambahkan bahwa kebijakan semacam ini dapat mencederai kepercayaan publik serta membuka ruang praktik nepotisme dan politisasi birokrasi, terutama menjelang masa transisi pemerintahan baru di Sumatera Utara.
Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Medan turut menyuarakan keprihatinan serupa. LSM Transparansi Sumut, misalnya, menyampaikan bahwa mereka akan meminta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk turun tangan melakukan audit atas proses mutasi jabatan tersebut.
Pihak Pemprov Sumut sendiri hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut. Beberapa sumber menyebut bahwa mutasi dilakukan dalam rangka penyegaran birokrasi dan percepatan program pembangunan daerah. Namun, tidak adanya pengumuman terbuka dan transparansi tahapan seleksi menjadi pertanyaan besar di kalangan pengamat.
Sebagaimana diketahui, sistem merit telah diamanatkan dalam UU ASN dan diperkuat dalam Peraturan Menpan-RB No. 15 Tahun 2019, yang mengatur mekanisme seleksi terbuka dan uji kompetensi jabatan. Pelanggaran atas aturan ini dapat dikenakan sanksi administratif bahkan pencabutan wewenang pengangkatan oleh KASN.
Jika isu ini tidak ditanggapi serius, maka bisa berdampak pada kualitas pelayanan publik dan kinerja birokrasi di tingkat provinsi. Pengawasan publik dan peran lembaga pengawas kepegawaian dinilai sangat penting untuk mencegah penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat luas.