PEKANBARU, Senin, 24 November 2025, 09.50 WIB — Kabar duka kembali datang dari upaya konservasi gajah Sumatra di Riau. Dalam kurun tujuh bulan terakhir, tiga anak gajah betina dilaporkan mati di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Sebanga, Kabupaten Bengkalis, dan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), memicu kekhawatiran serius mengenai masa depan populasi satwa kunci ini.
Kasus terbaru menimpa Nurlela atau Lela, bayi gajah berusia sekitar 1,5 tahun yang dipelihara di PKG Sebanga. Ia ditemukan mati pada Sabtu (22/11/2025) sekitar pukul 05.30 WIB setelah beberapa hari sebelumnya dilaporkan kurang aktif meski masih mau makan dan minum.
Sebelumnya, dua anak gajah betina lain bernama Yuni dan Tari juga lebih dulu mati pada April dan September 2025 akibat kombinasi penyakit saluran pernapasan, gangguan pencernaan, serta infeksi virus EEHV.
Kepala Balai Besar KSDA (BBKSDA) Riau Supartono membenarkan kabar tersebut. Ia menjelaskan, tim dokter hewan telah melakukan nekropsi dan mengambil sampel jaringan untuk mengetahui penyebab pasti kematian Lela.
“Virus ini dikenal sebagai pembunuh ganas anak gajah, dan kasus di Riau menjadi pengingat betapa rentannya kehidupan anak-anak gajah di Sumatra,” ujar Supartono, merujuk pada kasus kematian Tari akibat EEHV sebelumnya.
Bagi warga sekitar dan pelaku wisata di Riau, kehadiran anak-anak gajah seperti Tari sebelumnya menjadi daya tarik dan simbol harapan baru bagi konservasi. Kematian beruntun tiga individu betina berarti potensi induk baru bagi kawanan gajah di masa depan berkurang drastis, sehingga memperlambat pemulihan populasi di habitat alami yang sudah tercabik oleh perambahan hutan, konflik satwa-manusia, dan konversi lahan untuk perkebunan.
Secara nasional, gajah Sumatra berstatus Kritis (Critically Endangered) menurut lembaga konservasi internasional.
Di Riau, tekanan terhadap habitat gajah terkait erat dengan pembukaan lahan skala besar dan fragmentasi hutan yang membuat kawanan satwa ini sering masuk kebun warga atau perkebunan besar.
Kasus kematian anak gajah di pusat konservasi menambah daftar ancaman, menunjukkan bahwa pengelolaan kesehatan satwa di lokasi penangkaran dan transit tidak boleh dianggap sepele.
BBKSDA Riau menyatakan akan memperkuat pemantauan kesehatan satwa di PKG Sebanga, termasuk peningkatan deteksi dini penyakit, peninjauan kembali prosedur pengasuhan anak gajah, serta penguatan kolaborasi dengan lembaga riset dan organisasi konservasi.
Masyarakat di sekitar habitat gajah diimbau melaporkan segera bila menemukan gajah liar yang menunjukkan gejala sakit, terjebak, atau terpisah dari kelompoknya agar petugas dapat melakukan penanganan profesional tanpa membahayakan satwa dan warga.







