Fatih Architecture Studio Banner
Fatih Architecture Studio Banner
Opini  

KKN Unand Kenalkan Menhir Koto Laweh, Situs Sejarah dan Warisan Budaya Minangkabau

Situs bekas medan bapaneh ini jadi media pembelajaran sejarah dan pelestarian budaya

Menhir Koto Laweh
Menhir Koto Laweh

Tanah Datar — Beberapa waktu lalu, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Andalas (Unand) melakukan kunjungan ke situs Menhir Koto Laweh yang berlokasi di Jorong Koto Laweh, Kecamatan Tanjung Baru, Kabupaten Tanah Datar. Kegiatan tersebut menjadi bagian dari pengenalan potensi budaya nagari, sekaligus sebagai bentuk pembelajaran lapangan tentang sejarah dan pelestarian warisan budaya.

Berdasarkan Laporan Pemutakhiran Balai Pelestarian Kebudayaan Sumbar tahun 2010, Menhir Koto Laweh dulunya dikenal sebagai medan bapaneh lapangan terbuka tempat para penghulu adat bermusyawarah untuk mengambil keputusan penting bagi kehidupan nagari.

Seiring perkembangan zaman, area ini berubah fungsi menjadi kompleks makam kuno yang memiliki dua nisan besar berbentuk menhir. Kedua nisan tersebut memiliki ciri khas yaitu Nisan sisi barat Tinggi ± 2 meter, dengan batu penahan setinggi 70 cm di bagian belakang dan Nisan sisi timur Tinggi ± 130 cm, tanpa batu penahan.

Baca Juga:  Bedah Editorial: Kajian Perhitungan Rasio Tingkat Pendidikan Menyambut Bonus Demografi

Orientasi nisan mengarah utara selatan, sesuai dengan kiblat makam Islam, menunjukkan adanya pengaruh tradisi Islam pada masa itu. Selain makam kuno, terdapat dua makam baru dengan tahun kematian 1999 yang telah diberi jirat semen.

Menhir Koto Laweh
Menhir Koto Laweh

Struktur dan Kondisi Situs

Situs Menhir Koto Laweh memiliki luas sekitar 20 x 40 meter. Area ini dikelilingi batu-batu andesit berukuran pendek yang disusun sebagai pembatas. Kondisi situs tergolong masih terjaga, meskipun sebagian batu pembatas telah hilang atau tertutup vegetasi.

Kedua nisan utama memiliki bentuk yang kokoh, meskipun sudah berusia ratusan tahun. Material batu yang digunakan menunjukkan ciri khas batuan lokal di wilayah Tanah Datar. Keberadaan batu penahan pada nisan barat memberi indikasi teknik konstruksi yang bertujuan untuk menjaga stabilitas posisi nisan.

Baca Juga:  Gadget Membelenggu Gen Z

Lokasi dan Aksesibilitas 

Menhir Koto Laweh berada di ketinggian ±1.100 meter di atas permukaan laut. Lokasinya sekitar 25 km dari pusat Kabupaten Tanah Datar dan ±125 km dari Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatera Barat.

Akses ke situs ini tergolong mudah. Jalan menuju lokasi dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat. Situs ini berada di tengah permukiman penduduk dan kebun, sehingga pengunjung dapat mengaksesnya tanpa harus melalui medan yang sulit.

Nilai Historis dan Budaya 

Menhir Koto Laweh memiliki nilai historis yang tinggi karena berkaitan dengan sistem pemerintahan adat Minangkabau pada masa lalu. Sebagai bekas medan bapaneh, situs ini menjadi simbol pentingnya musyawarah dalam menyelesaikan persoalan nagari.

Baca Juga:  Bedah Editorial: Energi Terbarukan di Real Estate, Seberapa Urgent?

Selain itu, orientasi makam yang mengikuti arah kiblat menunjukkan proses adaptasi budaya dari kepercayaan pra-Islam ke ajaran Islam. Hal ini memperlihatkan bahwa perubahan budaya di Minangkabau berlangsung secara bertahap, dengan menggabungkan unsur-unsur lama dan baru.

Menhir Koto Laweh
Menhir Koto Laweh

Sebagai situs cagar budaya, Menhir Koto Laweh memerlukan perlindungan dan perawatan yang berkelanjutan. Faktor cuaca, pertumbuhan vegetasi, dan aktivitas manusia dapat mempengaruhi kelestariannya. Oleh karena itu, pelestarian harus melibatkan kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga pelestarian cagar budaya, dan masyarakat setempat.

Pengaturan akses, kebersihan lokasi, serta dokumentasi berkala menjadi langkah awal yang penting untuk memastikan situs ini tetap terjaga.

Kunjungan mahasiswa KKN Unand ke Menhir Koto Laweh menjadi momentum penting dalam mengenalkan warisan budaya Minangkabau kepada generasi muda. Mempelajari sejarah langsung di lapangan dapat menumbuhkan rasa kepedulian terhadap pelestarian situs bersejarah.

Annisa Saidannur, Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Andalas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *