Jakarta, 3 Juli 2025 — Pemerintah Indonesia mengambil langkah antisipatif terhadap kemungkinan pengenaan tarif baru dari Amerika Serikat dengan melonggarkan aturan impor untuk sepuluh kelompok komoditas strategis. Pelonggaran impor ini diumumkan dalam rapat koordinasi terbatas lintas kementerian di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (2/7).
Sepuluh komoditas yang mendapat pelonggaran di antaranya meliputi bahan baku industri seperti baja, kedelai, gandum, pupuk, komponen elektronik, serta mesin pertanian. Kebijakan ini ditujukan untuk menjamin kelancaran produksi dalam negeri serta menjaga stabilitas harga.
“Kami melakukan relaksasi sementara terhadap sejumlah regulasi impor guna menjaga pasokan dan mencegah gangguan distribusi nasional,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, di Jakarta.
Langkah ini ditempuh menjelang 9 Juli 2025, tenggat waktu pengumuman tarif dagang oleh AS terhadap beberapa negara mitra, termasuk Indonesia. Meskipun belum ada konfirmasi resmi, sejumlah pakar memperkirakan Indonesia bisa terdampak oleh kebijakan proteksionisme baru AS, terutama untuk produk berbasis karet, baja, dan tekstil.
“Pelonggaran ini juga bertujuan meningkatkan daya saing industri nasional di tengah ketidakpastian global,” lanjut Airlangga. Ia menambahkan bahwa evaluasi terhadap kebijakan ini akan dilakukan setiap dua bulan.
Kementerian Perdagangan akan segera menerbitkan revisi Peraturan Menteri terkait impor bahan baku industri, disertai sistem monitoring daring agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan konsumsi atau spekulasi pasar.
Langkah ini mendapat respons positif dari pelaku industri. Ketua Asosiasi Industri Oleokimia Indonesia (AIOI), Hadi Santoso, menyatakan bahwa pelonggaran impor bahan baku sangat membantu sektor yang saat ini tengah tertekan oleh harga global dan biaya logistik.
“Kalau kami tidak segera dapat akses bahan baku dengan prosedur cepat, industri dalam negeri bisa mandek. Ini langkah tepat dari pemerintah,” ujarnya.
Di sisi lain, sejumlah pengamat mengingatkan bahwa pelonggaran impor harus tetap dikendalikan agar tidak berdampak buruk pada petani dan produsen lokal. Pengawasan ketat serta transparansi dalam pemberian izin impor menjadi sorotan utama.
Dengan situasi perdagangan global yang penuh ketidakpastian, kebijakan responsif ini dinilai menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah dinamika geopolitik internasional.