Opini  

Fenomena Golput dan Serangan Fajar

Masyarakat kita agar kedepannya bisa lebih lagi memahami arti dari demokrasi

Ket foto: Fenomena Golput dan Serangan Fajar (Sumber Foto: Pinterest/Sodiqi.com)
Ket foto: Fenomena Golput dan Serangan Fajar (Sumber Foto: Pinterest/Sodiqi.com)

Opini, Gema Sumatra – Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Demokrasi itu berasal dari bahasa Yunani demokratia yaitu demos yang artinya rakyat dan kratos yang artinya pemerintahan. Selain itu, dalam bidang politik demokrasi bisa juga diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Sejarah demokrasi di Indonesia mengalami dinamika yang cukup kompleks dan menjalani perkembangan yang sangat dinamis. Alasan utama kenapa Indonesia disebut sebagai negara demokrasi adalah karena presiden, pemimpin daerah, serta anggota legislatif dipilih lansung oleh rakyat. Dikalangan masyarakat umum, demokrasi itu sendiri banyak mengartikan sebagai keikutsertaan mereka dalam pemilihan presiden maupun kepala daerah.

Euforia demokrasi bisa sangat dirasakan ketika pelaksanaan pemilu, akan tetapi tak semua masyarakat indonesia memanfaatkan demokrasi sebaik mungkin dalam menentukan pilihannya. Tak sedikit dari kalangan masyarakat memilih untuk tidak ikut serta dalam pemilihan, atau bisa dikatakan masyarakat lebih memutuskan untuk golput (golongan putih). Setelah ditelusuri, tak sedikit dari masyarat Indonesia memilih untuk golput (golongan putih) dikarenakan tidak adanya dari mereka menerima serangan fajar.

Lihat Juga:  Survei Indikator Politik: Elektabilitas Prabowo-Gibran Mencapai 46,7% Jelang Pilpres 2024

Fenomena golput (golongan putih) karena tidak adanya serangan fajar merupakan isu yang menarik dalam konteks politik dan pemilu. Serangan fajar Merujuk pada praktik politik uang (money politic), di mana calon atau tim sukses memberikan uang atau barang kepada pemilih sebelum hari pencoblosan dengan harapan mendapatkan suara.

Tidak memilih karena tidak ada serangan fajar yang menunjukkan bahwa sebagian pemilih mungkin memandang pemilu bukan sebagai kewajiban moral atau tanggung jawab demokratis, melainkan sebagai kesempatan untuk mendapatkan keuntungan langsung (materi). Bahkan bagi-bagi uang bukanlah sesuatu hal yang tabu bagi sebagian kalangan masyarakat, melainkan sesuatu yang sangat sudah lumrah bagi mereka maupun bagi sebagian calon.

Lihat Juga:  Prabowo Bawa Pulang Investasi China Rp157 Triliun

Meski pemerintah sudah sangat tegas melarang dengan adanya kegiatan serangan di fajar ini, akan tetapi masih ada sebagian para calon pemimpin maupun calon legislatif dengan curang melakukan hal itu demi mendapatkan suara. Dengan terjadinya fenomena golput (golongan putih) dan serangan fajar ini, tak sedikit pula dari masyarakat indonesia memilih untuk menunjukkan jiwa demokraris mereka dengan ikut serta dalam pemilu tanpa harus menerima serangan fajar.

Sangat diharapkan sekali untuk kedepannya, Negara kita Indonesia bisa sebagai negara yang benar-benar sangat menjunjung tinggi sebagai negara kesatuan demokrasi, dengan tidak adanya para calon pemimpin ataupun calon legislatif melakukan praktif serangan fajar (money politic).  Begitu pula dengan para masyarakat kita agar kedepannya bisa lebih lagi memahami arti dari demokrasi, serta bisa menanamkan jiwa demokrasi ke dalam diri mereka, dengan menolak keras dengan kegiatan serangan fajar ini, negara kita bisa menjadi negara yang benar-benar demokrasi dan bersih dari bentuk kecurangan apapun.

Lihat Juga:  Harga Beras Tinggi, Pendapatan Petani Justru Rendah

Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News

Ikuti juga Sosial Media kami di Facebook dan Instagram

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *