Harga Beras Tinggi, Pendapatan Petani Justru Rendah

Tantangan Ekonomi Petani di Tengah Kebijakan Impor

Ket foto: Petani di Indonesia (Sumber Foto: Pinterest/KuasaKataCom)
Ket foto: Petani di Indonesia (Sumber Foto: Pinterest/KuasaKataCom)

Headline, Gema Sumatra – Bank Dunia menyatakan bahwa harga beras di Indonesia lebih mahal daripada di negara-negara ASEAN lainnya.

Kenaikan harga beras memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat Indonesia.

Masyarakat Indonesia kini harus membayar 20 persen lebih tinggi untuk beras daripada harga pasar global, yang semakin membebani anggaran keluarga.

Kenaikan harga beras ini membuat masyarakat berjuang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama di tengah inflasi yang terus meningkat.

Carolyn Turk, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, memberikan sambutan di acara Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali.

Kebijakan pemerintah untuk melindungi sektor pertanian justru menyebabkan harga beras melonjak.

Pembatasan impor non-tarif berkontribusi terhadap peningkatan harga beras di dalam negeri.

Lihat Juga:  Topan Yagi Hantam Vietnam, 63 Tewas dan 40 Hilang

“Harga eceran beras internasional di Indonesia lebih tinggi di bandingkan negara-negara ASEAN. Kami memperkirakan konsumen Indonesia membayar 20 persen lebih banyak untuk makanan di bandingkan pasar bebas,” jelas Carolyn.

Dengan melindungi pertanian, pemerintah mengatur 95 persen impor pangan melalui tindakan non-tarif, termasuk kuota dan tindakan sanitasi.

Pembatasan tersebut di rancang untuk melindungi petani lokal dari persaingan luar.

Namun, hal ini berkontribusi pada kenaikan harga beras di Indonesia dan berdampak negatif pada daya beli masyarakat.

Kebijakan itu gagal menciptakan keseimbangan yang di harapkan.

Petani lokal dan masyarakat tidak mendapatkan manfaat yang seimbang dari kebijakan tersebut.

Ironisnya, meski harga beras melambung tinggi, pendapatan petani padi justru jauh lebih rendah di bandingkan dengan petani yang menanam tanaman hortikultura.

Lihat Juga:  Peran Polwan dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Data dari Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil hanya mencapai sekitar Rp 5 juta per tahun.

Angka ini menunjukkan betapa sulitnya kehidupan petani, meski harga jual produk mereka tinggi.

Pendapatan yang rendah ini tidak hanya memengaruhi kualitas hidup petani, tetapi juga mengurangi motivasi mereka untuk terus bertani.

Kondisi ini menyoroti tantangan besar yang di hadapi petani Indonesia.

Mereka harus menghadapi harga yang tidak sesuai dengan biaya produksi, dan terjebak dalam sistem kebijakan yang tidak mendukung kesejahteraan mereka.

Di tengah situasi ini, banyak petani beralih ke tanaman hortikultura yang menawarkan peluang pendapatan lebih baik.

Lihat Juga:  Peluncuran Toyota Veloz Hybrid Akan Mengguncang Indonesia

Namun, peralihan ini tidak selalu mudah dan membutuhkan pengetahuan serta investasi yang cukup.

Dengan demikian, Pemerintah di harapkan meninjau kebijakan agar kesejahteraan petani di perhatikan dan harga beras lebih terjangkau bagi masyarakat.

Penyesuaian kebijakan yang lebih mendukung petani dan menjamin ketersediaan beras dengan harga yang wajar akan sangat bermanfaat bagi perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Dialog antara pemerintah dan petani perlu dilakukan untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan, demi masa depan pertanian Indonesia yang lebih berkelanjutan.

Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News.

Ikuti juga Sosial Media kami di Facebook dan Instagram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *