Aceh Jaya, Gema Sumatra – Mahkamah Syar’iyah Calang mencatat 92 kasus perceraian sepanjang Januari hingga Oktober 2024.
Jumlah kasus ini menunjukkan peningkatan signifikan dibanding tahun sebelumnya.
Dari total tersebut, mayoritas, yakni 65 perkara, merupakan cerai gugat yang diajukan oleh istri, sementara 27 kasus lainnya adalah cerai talak yang di ajukan oleh suami.
Angka perceraian ini menunjukkan tren yang konsisten dengan pola nasional, di mana gugatan cerai oleh istri mendominasi persidangan perceraian di berbagai wilayah di Indonesia.
Panitera Muda Hukum Mahkamah Syar’iyah Calang, Afwan Zahri, menjelaskan bahwa konflik rumah tangga menjadi penyebab utama perceraian.
Masalah ekonomi juga memicu banyak pasangan untuk bercerai.
Selain itu, poligami tanpa persetujuan istri memperburuk situasi perceraian di Aceh Jaya.
“Banyak kasus yang di latarbelakangi perselisihan antara suami istri yang berujung pada keputusan istri untuk menggugat cerai,” ungkap Afwan.
Ia juga menambahkan bahwa pengadilan telah memutuskan sebagian besar perkara yang di ajukan.
Sekitar 80 persen kasus tersebut di kabulkan.
Beberapa perkara perceraian di tolak oleh pengadilan.
Sebagian lainnya di cabut atau di gugurkan karena pihak tidak hadir dalam persidangan.
Jumlah gugatan cerai oleh istri terus meningkat di Aceh Jaya.
Laporan Mahkamah Syar’iyah menunjukkan sebagian besar perceraian di picu konflik rumah tangga yang tak terselesaikan.
Menurut Afwan, dalam banyak kasus, ketidakmampuan ekonomi menjadi faktor dominan.
“Banyak pasangan yang tidak mampu secara finansial untuk mempertahankan kehidupan rumah tangga mereka, dan ini menjadi salah satu penyebab utama perceraian,” tambahnya.
Lebih lanjut, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga menjadi alasan signifikan yang menyebabkan istri mengajukan gugatan cerai.
Afwan menjelaskan bahwa meski kasus KDRT lebih sedikit daripada masalah ekonomi, dampaknya sangat besar.
“Kekerasan, baik fisik maupun psikologis, sering kali meninggalkan trauma mendalam bagi korban, dan ini menyebabkan istri merasa tidak ada jalan lain selain mengajukan gugatan cerai,” jelasnya.
Selain menangani kasus perceraian, Mahkamah Syar’iyah Calang menangani dua kasus harta bersama.
Mereka juga mencatat 128 perkara isbat nikah dan delapan dispensasi kawin.
Mahkamah juga sedang memproses sembilan perkara judi online (Maisir) dan dua kasus pemerkosaan, dengan empat di antaranya masih dalam tahap persidangan.
Penanganan kasus-kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya isu-isu sosial yang di hadapi oleh masyarakat Aceh Jaya.
Menurut beberapa pakar hukum, meningkatnya kasus perceraian di Aceh Jaya dapat di hubungkan dengan faktor budaya dan sosial.
Dalam budaya masyarakat Aceh yang cenderung patriarkis, banyak istri yang baru berani mengajukan gugatan cerai ketika masalah dalam rumah tangga sudah sangat parah.
“Budaya yang menempatkan perempuan dalam posisi lebih rendah sering menghalangi mereka mencari solusi lebih awal, sehingga saat menggugat cerai, situasinya sudah sulit di perbaiki,” ujar seorang pakar hukum keluarga dari Banda Aceh.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News