Banda Aceh, Gema Sumatra – Pasangan non-muhrim terjaring dalam operasi gabungan yang digelar oleh Satpol PP-WH Banda Aceh dan Satpol PP-WH Provinsi Aceh pada Minggu dini hari (10/11/2024).
Dalam razia tersebut, 16 orang terjaring di tiga lokasi berbeda.
Operasi ini di fokuskan di wilayah Peunayong, Gampong Mulia, dan Tanggul Lamnyong.
Dari 16 orang yang di amankan, 14 di antaranya adalah pasangan non-muhrim yang di duga berduaan di tempat umum.
Dua wanita lainnya di tahan karena di duga dalam kondisi mabuk.
Razia ini bertujuan menegakkan Qanun Syariat Islam, yang melarang perbuatan ikhtilat serta konsumsi khamar.
Muhammad Rizal, Plt Kepala Satpol PP-WH Banda Aceh, menyatakan bahwa razia ini adalah bagian dari komitmen menjaga moralitas kota, termasuk penertiban pasangan non-muhrim di tempat umum.
Ia menegaskan bahwa penertiban syariat Islam menjadi prioritas.
Menurutnya, Banda Aceh sebagai ibu kota provinsi perlu menjaga ketertiban sesuai aturan yang berlaku.
“Kami saat ini sedang melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut terhadap semua yang di amankan,” jelas Roslina.
Tindakan yang melanggar qanun akan di kenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
Salah satu sanksi bagi pasangan adalah hukuman cambuk, yang sudah di terapkan dalam kasus serupa sebelumnya.
Satpol PP-WH Banda Aceh mengamankan dua wanita yang di duga dalam kondisi mabuk.
Mereka telah di serahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk proses hukum lanjutan.
“Kami ingin memastikan bahwa penegakan syariat di Banda Aceh ini berjalan dengan baik. Kepatuhan terhadap Qanun Syariat Islam sangat penting, terutama bagi mereka yang berdomisili dan menjalankan usaha di sini,” tambah Roslina.
Ia berharap agar masyarakat dan pengunjung kota bisa memahami serta mematuhi aturan-aturan yang telah di tetapkan.
Penegakan qanun di Banda Aceh merupakan salah satu bentuk ketaatan pada prinsip-prinsip syariat yang sudah diterapkan sejak di berlakukannya otonomi khusus di Aceh.
Kebijakan ini mencerminkan identitas dan budaya masyarakat Aceh yang sangat menjunjung tinggi ajaran Islam.
Dalam konteks ini, pemerintah setempat sering kali melakukan sosialisasi agar warga maupun pendatang tidak hanya tahu, tetapi juga menghormati aturan ini.
Dalam penjelasan Roslina, ia menegaskan bahwa pihaknya akan terus meningkatkan operasi serupa demi menciptakan ketertiban sosial.
“Kami ingin Banda Aceh tetap menjadi wilayah yang memegang teguh prinsip syariat Islam. Oleh karena itu, siapa pun yang berada di kota ini, baik warga asli maupun pendatang, di harapkan dapat menyesuaikan diri dan menghormati aturan yang berlaku,” tuturnya.
Prof. Dr. Yusra Djamal menegaskan bahwa penegakan syariat di Aceh bertujuan menjaga moral generasi muda.
Upaya ini juga melindungi masyarakat dari perilaku merusak.
Penerapan hukum syariat sangat penting untuk ketertiban sosial dan moral.
“Langkah tegas pemerintah daerah adalah bentuk tanggung jawab mereka untuk memastikan bahwa syariat Islam tetap terjaga,” ujarnya.
Menurutnya, Aceh sebagai daerah yang memiliki otonomi khusus untuk menerapkan hukum Islam memang sudah seharusnya menjadikan prinsip ini sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Penerapan hukum syariat di anggap sebagai upaya pemerintah untuk menjaga norma sosial.
Meskipun kadang kontroversial, aturan ini bertujuan mempertahankan stabilitas moral masyarakat.
Pendekatan ini tidak hanya penting dalam menciptakan ketertiban umum tetapi juga memberikan edukasi bagi masyarakat luas akan pentingnya kepatuhan terhadap hukum yang berlaku di Aceh.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News