[BENGKULU, BENGKULU], Minggu, 23 November 2025, 10.00 WIB — Puluhan anak muda di Bengkulu mengikuti pelatihan konservasi mangrove selama 21–23 November 2025. Kegiatan yang digelar komunitas Japhana bersama Arunika Bumi Lestari (ABL) ini membekali peserta dengan pengetahuan teknis pemulihan ekosistem pesisir sekaligus mendorong lahirnya penggiat lingkungan muda di daerah tersebut.
Pelatihan berlangsung selama tiga hari dan melibatkan komunitas kepemudaan, organisasi pecinta alam, serta mahasiswa dari sejumlah kampus di Bengkulu.
Peserta mempelajari teknik penanaman mangrove yang benar, cara mengidentifikasi kawasan pesisir yang mengalami abrasi, hingga membuat produk turunan berbahan mangrove sebagai bagian dari pemanfaatan berkelanjutan.
Direktur Japhana, M. Frengky Wijaya, menjelaskan bahwa pelatihan ini merupakan tindak lanjut dari diskusi kelompok terarah (FGD) yang digelar 15 November 2025.
Dalam forum tersebut, berbagai pihak menilai perlunya ruang belajar yang lebih teknis bagi generasi muda yang ingin terjun langsung dalam aksi konservasi, bukan sekadar kampanye simbolik.
“Kami melihat antusiasme tinggi dari peserta FGD. Karena itu, pelatihan ini kami susun untuk melahirkan konservator muda yang memahami kondisi mangrove Bengkulu dan siap turun langsung di lapangan,” ujar M. Frengky Wijaya, Direktur Japhana.
Bagi warga pesisir, keberadaan mangrove berfungsi sebagai benteng alami yang menahan abrasi, meredam gelombang, sekaligus menjaga habitat berbagai biota laut yang menjadi sumber penghidupan nelayan kecil.
Di tengah meningkatnya tekanan pembangunan dan perubahan iklim, penguatan kapasitas anak muda dinilai penting agar inisiatif konservasi tidak berhenti pada gerakan sesaat, melainkan menjadi program berkelanjutan berbasis komunitas.
Pelatihan ini juga memberi ruang bagi peserta untuk menghubungkan isu lingkungan dengan peluang ekonomi lokal, misalnya pengembangan produk olahan berbahan mangrove yang tetap memperhatikan daya dukung ekosistem.
Pendekatan tersebut diharapkan membantu pelaku UMKM pesisir mengakses nilai tambah tanpa merusak lingkungan, sejalan dengan tren pariwisata dan ekonomi hijau yang mulai berkembang di Bengkulu.
Kegiatan Japhana dan ABL berlangsung ketika berbagai kajian menunjukkan tekanan serius pada ekosistem darat dan pesisir di Bengkulu, termasuk deforestasi di bentang alam Seblat yang merupakan koridor penting gajah Sumatra.
Koalisi penyelamat habitat mencatat hilangnya sekitar 1.585 hektare hutan kunci bagi gajah Sumatra di provinsi ini dalam kurun Januari 2024–Oktober 2025, menandakan perlunya penguatan gerakan konservasi lintas ekosistem.
Penyelenggara pelatihan menilai dukungan pemda dan lembaga pendidikan penting agar jejaring penggiat muda yang lahir dari program ini bisa terus bergerak, misalnya melalui kegiatan penanaman rutin, pemantauan area rawan abrasi, hingga kampanye publik soal pentingnya menjaga mangrove di tingkat RT dan desa. Masyarakat pesisir didorong terlibat sejak perencanaan agar aksi konservasi sejalan dengan kebutuhan sosial-ekonomi mereka.







