Aceh, Gema Sumatra – Kerajaan Aceh, yang berpusat di ujung utara Pulau Sumatra, adalah salah satu kerajaan Islam terbesar dan paling berpengaruh di Asia Tenggara pada masa keemasannya.
Kejayaan Aceh tidak hanya tercermin dari kekuatan militernya, tetapi juga dari peninggalan budaya, arsitektur, dan literatur yang kaya.
Peninggalan ini memberikan wawasan yang mendalam tentang kehidupan masyarakat Aceh di masa lalu dan menjadi bagian penting dari warisan budaya Indonesia.
Gema Sumatra akan mengulas beberapa peninggalan bersejarah yang paling signifikan dari Kerajaan Aceh, yang mencakup bangunan, manuskrip, seni, dan budaya.
Sejarah Singkat Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh Darussalam didirikan pada awal abad ke-16 dan mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah kekuasaannya hingga Semenanjung Malaya dan sebagian besar Sumatra, menjadikan Aceh sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan Islam di wilayah tersebut.
Di masa ini, Aceh dikenal sebagai salah satu kerajaan maritim yang kuat, dengan armada laut yang tangguh dan sistem perdagangan yang maju.
Namun, setelah kematian Iskandar Muda, kerajaan ini mengalami kemunduran akibat konflik internal dan tekanan dari penjajah kolonial Belanda.
Kemunduran ini diperparah dengan penaklukan Belanda pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan Aceh kehilangan kemerdekaannya.
Meskipun demikian, Aceh meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah dan budaya Indonesia.
Peninggalan Arsitektur
Masjid Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman adalah salah satu simbol keagungan Kerajaan Aceh. Dibangun pada tahun 1612 oleh Sultan Iskandar Muda, masjid ini awalnya hancur pada tahun 1873 selama invasi Belanda.
Namun, masjid ini dibangun kembali oleh Belanda dengan arsitektur yang megah dan menampilkan gaya Moghul dengan kubah besar dan menara-menara yang indah.
Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga menjadi simbol perjuangan dan ketahanan rakyat Aceh.
Masjid Baiturrahman memiliki tujuh kubah utama dan empat menara, serta satu menara induk yang menjulang tinggi.
Struktur bangunan yang didominasi oleh warna putih memberikan kesan kemegahan dan kesucian.
Hingga saat ini, masjid ini menjadi salah satu destinasi wisata religi yang paling terkenal di Aceh, menarik perhatian ribuan pengunjung setiap tahunnya.
Benteng Indrapatra
Benteng Indrapatra terletak di pantai Krueng Raya, Aceh Besar, dan dibangun sebelum masa Kerajaan Aceh untuk menghadapi serangan dari laut.
Benteng ini digunakan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda sebagai bagian dari sistem pertahanan Aceh.
Struktur benteng yang kokoh dengan dinding tebal dari batu besar mencerminkan keahlian arsitektur dan strategi militer masa itu.
Benteng Indrapatra kini menjadi situs bersejarah yang menawarkan wawasan tentang pertahanan militer Aceh di masa lalu.
Benteng ini terdiri dari beberapa bagian, termasuk tempat penyimpanan senjata dan ruang-ruang untuk prajurit.
Letaknya yang strategis di tepi laut memungkinkan benteng ini untuk mengawasi dan melindungi wilayah perairan Aceh dari serangan musuh.
Meskipun sebagian dari bangunan ini telah rusak akibat usia dan kondisi alam, peninggalan yang tersisa tetap menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Aceh.
Peninggalan Naskah dan Manuskrip
Hikayat Aceh
Hikayat Aceh adalah salah satu karya sastra penting yang berasal dari Kerajaan Aceh. Naskah ini berisi sejarah dan legenda yang berkaitan dengan kerajaan dan sultan-sultannya.
Hikayat Aceh tidak hanya memberikan gambaran tentang kejayaan kerajaan tetapi juga nilai-nilai moral dan keagamaan yang dianut oleh masyarakat Aceh.
Naskah ini ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Jawi dan merupakan salah satu bukti penting literasi dan budaya tulis di Aceh.
Manuskrip Keagamaan
Selain Hikayat Aceh, terdapat banyak manuskrip keagamaan yang menunjukkan pengaruh Islam yang kuat dalam kehidupan masyarakat Aceh.
Manuskrip-manuskrip ini mencakup tafsir Al-Quran, kitab fikih, dan karya-karya tasawuf yang ditulis oleh ulama-ulama Aceh.
Salah satu manuskrip terkenal adalah Bustanus Salatin yang ditulis oleh Nuruddin Ar-Raniri, seorang ulama dan penulis terkemuka pada masa kejayaan Aceh.
Manuskrip ini mengajarkan tentang pemerintahan yang baik dan adil serta mengandung banyak ajaran moral dan etika yang relevan hingga saat ini.
Warisan Seni dan Budaya
Tari Seudati dan Saman
Tari Seudati dan Saman adalah dua tarian tradisional yang berkembang di Aceh. Tari Seudati berasal dari kata ‘seuh’ yang berarti ‘putih’ dalam bahasa Aceh, menggambarkan kesucian dan keagungan.
Tarian ini biasanya dibawakan oleh delapan hingga sepuluh penari pria yang mengenakan pakaian putih, disertai dengan syair-syair Islami.
Sementara itu, Tari Saman lebih dinamis dan sering disebut sebagai “tarian seribu tangan” karena gerakan tangan dan tubuh yang cepat dan serempak. Tari Saman telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO pada tahun 2011.
Kerajinan Tangan
Aceh juga terkenal dengan kerajinan tangan tradisionalnya, seperti songket Aceh dan kerajinan perak.
Songket Aceh, kain tenun dengan benang emas atau perak, sering digunakan dalam upacara adat dan acara penting.
Kerajinan perak Aceh yang indah meliputi perhiasan, wadah, dan hiasan rumah yang menampilkan motif-motif khas Aceh.
Kerajinan tangan ini tidak hanya mencerminkan keahlian dan kreativitas masyarakat Aceh tetapi juga menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi mereka.
Pengaruh Peninggalan Aceh di Era Modern
Peninggalan Kerajaan Aceh masih terus dilestarikan dan memainkan peran penting dalam budaya dan pendidikan masyarakat modern.
Pemerintah dan berbagai lembaga budaya bekerja keras untuk merestorasi dan menjaga situs-situs bersejarah, manuskrip, dan seni tradisional Aceh.
Selain itu, warisan budaya Aceh terus hidup dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, dari arsitektur rumah tradisional hingga praktik keagamaan dan adat istiadat.
Pemerintah Aceh telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan bahwa peninggalan sejarah ini dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Restorasi bangunan bersejarah, pendokumentasian manuskrip kuno, dan promosi seni budaya melalui festival dan pameran adalah beberapa contoh inisiatif yang diambil.
Selain itu, peninggalan ini juga menjadi daya tarik wisata yang menarik banyak pengunjung dari dalam dan luar negeri, memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi daerah tersebut.
Warisan Peninggalan Kerajaan Aceh
Peninggalan Kerajaan Aceh merupakan warisan berharga yang memberikan wawasan mendalam tentang kejayaan masa lalu dan identitas budaya Indonesia.
Melalui peninggalan arsitektur, naskah, seni, dan budaya, kita dapat memahami lebih baik sejarah dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh.
Penting bagi kita semua untuk terus melestarikan dan menghargai warisan ini agar generasi mendatang dapat terus belajar dan terinspirasi dari kejayaan masa lalu.
Harapan ke depan adalah agar peninggalan-peninggalan ini tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh semua orang, baik di dalam negeri maupun internasional.
Dengan memahami dan menghargai peninggalan Kerajaan Aceh, kita tidak hanya merayakan masa lalu tetapi juga mengambil pelajaran berharga yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern.
Melalui pelestarian warisan budaya, kita menjaga identitas dan kebanggaan sebagai bangsa yang kaya akan sejarah dan tradisi. Peninggalan ini adalah harta yang tak ternilai dan harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News