Protes Lansia terhadap Bisingnya Sound Horeg di Jawa Timur

Kebisingan Sound Horeg Meresahkan Warga Sekitar

Ket foto: Protes Lansia Pada Operator Sound Horeg (Sumber Foto: Instagram/fakta.indo)
Ket foto: Protes Lansia Pada Operator Sound Horeg (Sumber Foto: Instagram/fakta.indo)

Jawa Timur, Gema Sumatra – Suara sound horeg yang semakin populer di Jawa Timur kini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, terutama para lansia yang merasa terganggu saat waktu istirahat.

Dalam video viral, seorang nenek tampak mengeluh kesakitan, memegang pipi dan menutup telinga karena suara bising yang di duga berasal dari sound horeg saat karnaval.

Suara yang memekakkan telinga ini sempat di hentikan oleh operator, namun, setelah protes mereda, suara bising kembali diputar dengan volume tinggi.

Hal ini menunjukkan kurangnya empati dari pihak operator terhadap kenyamanan warga sekitar.

Fenomena sound horeg telah menjadi bagian dari budaya hiburan di Jawa Timur, terutama saat perayaan karnaval.

Lihat Juga:  Operasi Zebra Oktober 2024, Tingkatkan Keselamatan Lalu Lintas

Penggunaan perangkat audio berdaya tinggi ini, selain menarik banyak penonton, juga membawa dampak negatif bagi masyarakat yang tidak terbiasa dengan kebisingan.

Menurut pengamat sosial dari Universitas Airlangga, Dr. Irfan Mulyadi, “Kebisingan semacam ini berpotensi mengganggu kesehatan, khususnya bagi kelompok rentan seperti lansia. Mereka tidak hanya mengalami ketidaknyamanan, tetapi juga berisiko terhadap gangguan pendengaran dan stres.”

Dampak negatif sound horeg semakin nyata dengan banyaknya keluhan dari warga yang merasakan polusi suara.

Sebagai sarana hiburan, sound horeg awalnya di sukai oleh kalangan muda, terutama mereka yang hadir di acara-acara karnaval dan festival daerah.

Namun, efek samping berupa kebisingan berlebihan menjadi ancaman bagi lingkungan sekitar.

Lihat Juga:  Sound Horeg Terbakar saat Cek Sound di Desa Pager, Pasuruan

Banyak lansia dan keluarga dengan anak kecil menyampaikan kekhawatirannya atas suara keras yang terus berdengung hingga larut malam.

Meski acara ini memberi keuntungan ekonomi dengan menarik wisatawan, efek negatifnya mulai menimbulkan pertentangan.

Penelitian dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa paparan suara di atas 85 desibel dalam waktu lama dapat merusak pendengaran.

Sikap beberapa operator sound horeg yang mengabaikan protes warga mengindikasikan kurangnya kesadaran sosial.

Di Jawa Timur, sound horeg sering di gunakan di lingkungan padat penduduk tanpa mempertimbangkan batas waktu dan volume.

“Jika terus di biarkan, polusi suara ini bisa menyebabkan kerugian sosial yang lebih besar,” tambah Dr. Mulyadi.

Lihat Juga:  Dugaan Pelecehan Seksual Balita 2 Tahun Gemparkan Balikpapan

Penggunaan sound horeg yang tidak terkontrol dapat sangat mengganggu warga.

Suara bising ini juga berisiko menurunkan kualitas hidup, terutama bagi yang rentan terhadap kebisingan.

Upaya pencegahan seperti pengaturan waktu dan intensitas suara sound horeg perlu dilakukan untuk menghindari dampak buruk pada kesehatan warga.

Bagi beberapa lansia, kebisingan ini sudah melewati batas toleransi sehingga mengganggu waktu istirahat mereka.

Kalangan muda mungkin menyambut hiburan sound horeg dengan antusias.

Namun, penyelenggara dan pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara hiburan dan hak warga atas lingkungan yang nyaman.

Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News

Ikuti juga Sosial Media kami di Facebook dan Instagram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!