Aceh, Gema Sumatra – Fauzan Azima, bekas Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Linge, menekankan pentingnya menghormati Perjanjian Damai Helsinki dalam konteks pemerintahan Aceh.
Fauzan menyatakan pada Ahad, 22 September 2024, bahwa perdamaian Aceh di raih dengan “keringat, darah, air mata, dan nyawa.”
Dia menegaskan bahwa sejarah perjuangan ini tidak boleh dilupakan, dan setiap tindakan yang melemahkan perjanjian damai tersebut adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan.
Fauzan menanggapi kabar Bustami Hamzah dan Fadil Rahmi yang gagal lolos administrasi KIP Aceh.
Pasangan tersebut belum memenuhi syarat menandatangani dokumen Perjanjian Damai Helsinki.
Menurut KIP Aceh, pasangan tersebut belum menandatangani dokumen perjanjian untuk melaksanakan butir-butir dalam Perjanjian Damai Helsinki.
Fauzan menegaskan bahwa pelanggaran ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang terlibat dalam politik Aceh.
Dia menyatakan bahwa setiap calon kepala daerah harus menandatangani dokumen tersebut di hadapan parlemen.
Dengan langkah ini, parlemen dapat meminta pertanggungjawaban jika kepala daerah tidak bekerja sesuai dengan perjanjian damai yang telah disepakati.
Fauzan menjelaskan bahwa Aceh memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari daerah lain di Indonesia.
Pemerintahan Aceh wajib mengikuti Undang-Undang Nomor 11.
Undang-Undang tersebut merupakan hasil dari Perjanjian Damai 15 Agustus 2005.
Ia menekankan bahwa prinsip-prinsip dasar dalam perjanjian damai harus di pegang teguh oleh semua pemimpin di Aceh.
“Kita harus belajar untuk tunduk pada perjanjian-perjanjian yang di sepakati oleh para pendahulu,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pelajaran bisa di ambil dari negara lain tentang bagaimana mereka menghormati perjanjian meski rezim berganti.
Fauzan juga mencatat bahwa tantangan dalam menerapkan perjanjian damai ini sangat kompleks.
Dia mengingatkan bahwa proses perdamaian bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tanggung jawab baru.
Masyarakat Aceh perlu terlibat aktif dalam pengawasan pelaksanaan perjanjian damai tersebut, agar semua pihak tetap accountable terhadap komitmen yang telah di buat.
Selain itu, masyarakat harus aktif mendukung prinsip perjanjian damai demi menjaga stabilitas Aceh.
Dukungan ini penting untuk memastikan kesejahteraan Aceh terus berlanjut.
Melihat perkembangan politik terkini, masyarakat Aceh di harapkan dapat menjadi agen perubahan yang kritis dan konstruktif.
Kesadaran akan pentingnya perjanjian damai harus terus di sebarluaskan, baik melalui pendidikan maupun diskusi publik.
Dengan cara ini, harapan untuk menciptakan pemerintahan yang transparan dan bertanggung jawab akan lebih mudah terwujud.
Pernyataan Fauzan Azima menggarisbawahi pentingnya penghormatan terhadap sejarah dan perjanjian damai dalam pemerintahan Aceh.
Dalam konteks politik saat ini, menjaga integritas perjanjian damai menjadi semakin relevan, tidak hanya untuk Aceh tetapi juga bagi stabilitas politik Indonesia secara keseluruhan.
Ikuti Update Berita Terkini Gema Sumatra di: Google News.