Bedah Editorial, OPINI – Aturan terkait pembangunan rumah tinggal dan bangunan gedung lainnya tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, PP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perumahan, hingga RTRW daerah masing-masing.
Namun acap kali kita melihat pembangunan di Indonesia yang tidak mengindahkan tata tertib dan saat ini merajalela. Padahal ada aturan dari PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) yang dulunya adalah IMB (Izin Mendirikan Bangunan).
Pemilik bangunan seharusnya perlu mengikuti aturan tersebut untuk bisa mendapatkan sertifikat PBG dan jika tidak dilakukan akan menimbulkan banyak kekacauan di tingkat masyarakat.

Jika kita bandingkan dengan Australia, USA, yang penulis pernah lakukan, sebelum pembangunan, perlu ada verifikasi dari PU Kota setempat, hingga melewati sederet proses sebelum pembangunan dapat dijalankan.
Tampaknya hal ini baru mendapatkan perhatian khusus di bangunan gedung komersil. Namun sudah saatnya secepatnya pembangunan rumah tinggal juga mendapatkan perhatian, terutama di daerah yang tingkat pembangunannya cukup tinggi. Yaitu di kawasan urban dan peri urban.
Saran penulis dalam hal ini kepada pengambil kebijakan adalah akselerasi penerapan kebijakan dapat dalam jangka waktu 5 tahun ke depan, atau tidak terbatas untuk menunjuk satu arsitek per satu desa.
Sama halnya dengan profesi pengacara yang dapat ditunjuk Pemerintah untuk membantu masyarakat secara gratis, arsitek juga dapat mengisi peran ini.
Di mana ada bimbingan gratis kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan edukasi, pengetahuan tentang pembangunan rumah tinggal, sehingga dapat mengurangi kesalahan secara teknis, praktis dan juga taat aturan.