Fatih Architecture Studio Banner
Fatih Architecture Studio Banner

Rizki Juniansyah: Jejak Emas Lifter Banten

Dari Serang ke panggung dunia, serta pelajaran bagi pembinaan daerah

Ilustrasi lifter
Ilustrasi lifter

SERANG, Banten, Selasa, 7 Oktober 2025, WIB — Rizki Juniansyah meneguhkan diri sebagai ikon baru angkat besi Indonesia. Setelah meraih emas Olimpiade Paris 2024 di kelas 73 kg, pada 2025 ia kembali mencuri perhatian dengan rekor dunia clean & jerk di kelas 79 kg pada Kejuaraan Dunia IWF di Førde, Norwegia. Kiprah atlet kelahiran Serang ini memberi banyak pelajaran bagi ekosistem pembinaan, termasuk klub-klub di Sumatra yang selama ini aktif memasok talenta angkat besi nasional.

Rizki—akrab disapa Kijun—lahir pada 17 Juni 2003 dan tumbuh di keluarga lifter. Ia menapaki karier sejak level remaja, berlanjut ke junior, hingga menembus tim nasional. Di Paris 2024, Rizki memenangkan emas nomor 73 kg dengan total 354 kg (snatch 155 kg; clean & jerk 199 kg—rekor Olimpiade).

Setahun berselang, pada Kejuaraan Dunia 2025, ia naik ke kelas 79 kg dan mencatat clean & jerk 204 kg dengan total 361 kg, hanya terpaut 1 kg dari rekor dunia total. Konsistensi naik kelas tanpa kehilangan ketajaman angkatan menunjukkan fondasi teknik dan periodisasi latihan yang rapi.

Baca Juga:  Bareskrim Polri Tangkap DPO Judi Online di Filipina

Di balik angka-angka tersebut, ada konteks yang penting bagi pembinaan daerah. Program latihan Rizki menekankan teknik dasar yang kuat (posisi start, kecepatan tarik, timing turnover), kekuatan penunjang (front squat, pulls), serta pemulihan (nutrisi dan tidur) yang disiplin.

Ia juga diuntungkan oleh lingkungan keluarga yang memahami kultur angkat besi, dengan figur pelatih berpengalaman. Potret ini menunjukkan bahwa integrasi pelatih-klub-ortu-atlet sedari dini adalah kunci yang bisa direplikasi di daerah.

“Rizki Juniansyah, lifter timnas Indonesia — ‘Saya simpan rekor total untuk lain waktu, semoga segera.’ ” Kutipan ringkas itu menggambarkan targetnya yang masih menanjak meski gelar demi gelar sudah diraih.

Baca Juga:  Target Penurunan Kematian Balita Akibat Pneumonia di Indonesia

Bagi pembinaan, mental progresif seperti ini perlu ditanamkan melalui sasaran bertahap: rekor daerah, nasional, lalu event internasional, alih-alih hanya menumpuk beban tanpa rencana.

Dampaknya bagi warga dan klub di Sumatra terasa langsung. Provinsi seperti Lampung, Sumatera Barat, dan Riau memiliki tradisi angkat besi yang kuat. Prestasi Rizki menjadi referensi desain program: standar angkatan usia remaja, progres volume-intensitas, hingga tolok ukur uji coba (test day) per kuartal.

Klub dapat memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat rekrutmen usia dini (10–14 tahun), memperbanyak kompetisi lokal, serta menjalin kemitraan peralatan dengan sekolah/UMKM bengkel besi—misalnya pembuatan platform dan rak squat standar—agar biaya pembinaan lebih efisien.

Secara historis, angkat besi Indonesia kerap menyumbang medali multi-ajang. Namun emas Olimpiade lewat Rizki 2024 menutup penantian panjang emas di cabang ini dan memberi dorongan psikologis besar bagi pembinaan nasional.

Baca Juga:  Vaksin Mpox di RI Aman dan Terdaftar di BPOM

Di level Asia dan dunia, rekor junior Rizki sejak 2021–2022 membentuk reputasi sebagai lifter serbabisa: kuat di snatch dan clean & jerk, serta tahan tekanan di panggung utama.

Lompatan ke kelas 79 kg pada 2025 juga memberikan perspektif baru soal manajemen berat badan atlet seiring bertambahnya usia dan massa otot.

Ke depan, agenda utama ialah menjaga kesehatan dan konsistensi. Klub di daerah disarankan memperketat pemantauan beban kumulatif (tonase mingguan), meminimalkan cedera bahu/punggung lewat penguatan rotator cuff dan core, serta mengadopsi uji lompatan vertikal atau countermovement jump sebagai indikator kesiapan sesi berat.

Federasi daerah dapat menyiapkan kalender kompetisi berjenjang dan pelatihan wasit/pelatih bersertifikat agar talenta Sumatra punya jalur progresif menuju Pelatnas. Untuk orang tua, dukungan pada pemenuhan gizi (protein 1,6–2,2 g/kgBB/hari) dan jam tidur 8 jam tetap menjadi pondasi sederhana namun krusial.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *