Bedah Editorial, PENDIDIKAN – Pekan lalu, publik dihebohkan dengan informasi mengenai biaya masuk salah satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) di Aceh yang mencapai lebih dari Rp3 juta. Fenomena ini memunculkan pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam reformasi pendidikan pengelolaan lembaga pendidikan negeri.
Selain itu, biaya tahunan seperti sumbangan yang melebihi Rp1 juta juga menjadi beban tambahan bagi orang tua. Padahal, setiap tahun, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersumber dari APBN dan APBD seharusnya cukup untuk mendukung operasional sekolah tanpa membebani wali murid.
Fenomena ini mencerminkan tantangan yang telah berlangsung lama dalam sistem pendidikan kita, yaitu kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana dan proses rekrutmen tenaga pendidik.
Praktik nepotisme dan kurangnya profesionalisme dalam seleksi tenaga pengajar sering kali mengabaikan prinsip meritokrasi, di mana kemampuan dan integritas seharusnya menjadi kriteria utama.
Untuk itu, diperlukan langkah-langkah konkret guna memperbaiki sistem pendidikan kita, antara lain:
- Transparansi Penggunaan Dana BOS: Sekolah wajib mempublikasikan laporan penggunaan dana BOS secara terbuka kepada publik, agar masyarakat dapat mengawasi dan memastikan dana tersebut digunakan sesuai peruntukannya.
- Reformasi Proses Rekrutmen Tenaga Pendidik: Proses seleksi tenaga pengajar harus berbasis pada kompetensi dan integritas, bukan hubungan personal. Penggunaan sistem seleksi berbasis teknologi dapat membantu mengurangi praktik nepotisme.
- Pemberdayaan Masyarakat dan Media: Masyarakat dan media memiliki peran penting dalam mengawasi dan mengkritisi kebijakan serta praktik di lembaga pendidikan. Melalui partisipasi aktif, kita dapat mendorong perubahan positif dalam sistem pendidikan.
Pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi bangsa. Reformasi pendidikan perlu dijalankan dengan sistem yang transparan dan profesional. Sehingga kita dapat menciptakan generasi yang cerdas, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
