[KEDIRI, JAWA TIMUR], Selasa, 14 Oktober 2025, WIB — Tagar #BoikotTrans7 merebak di media sosial setelah tayangan “Xpose Uncensored” edisi Senin, 13 Oktober 2025, dinilai menyinggung budaya dan figur kiai di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri. Trans7 menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan akan menemui pihak pesantren untuk meminta maaf secara resmi.
Episode yang dipersoalkan menampilkan cuplikan kehidupan santri, antara lain praktik berjalan jongkok di hadapan kiai dan aktivitas khidmah membersihkan tempat tinggal kiai. Narasi yang menyertai adegan-adegan itu dinilai warganet menggiring opini negatif, termasuk soal pemberian amplop kepada kiai. Respons keras datang dari linimasa hingga komunitas santri.
Di lapangan, seruan boikot juga muncul dalam bentuk aksi damai. Laporan media daerah menyebut ratusan santri di Kudus menggelar doa bersama dan menyuarakan keberatan atas tayangan tersebut pada Selasa (14/10) sore. Di wilayah Kediri dan sekitarnya, organisasi santri serta alumni turut mengedarkan pernyataan sikap. [Jumlah peserta dan daftar organisasi lengkap: [Menunggu verifikasi]].
Pernyataan resmi Trans7 — “Trans7 dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada para kiai, pengasuh, santri, dan alumni Pondok Pesantren Lirboyo.” Stasiun juga menyebut telah menyampaikan maaf kepada perwakilan keluarga pengasuh dan berencana menyampaikan permohonan maaf resmi di Lirboyo pada Selasa (14/10) pagi.
Bagi pembaca di Sumatra, kasus ini relevan sebagai pengingat pentingnya kepekaan budaya dalam peliputan keagamaan—termasuk di pesantren-pesantren besar di Aceh, Sumut, Riau, Sumbar, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Kepri, Babel, dan Lampung. Konten yang kurang memahami tradisi lokal berisiko memicu kegaduhan, mengganggu proses belajar santri, dan menurunkan kepercayaan publik pada media arus utama.
Sebagai latar, diskursus tentang tawaduk (merendah di hadapan guru) dan khidmah (pengabdian) merupakan praktik yang hidup di banyak pesantren. Penekanan sepihak pada simbol—seperti sarung mahal atau kepemilikan kendaraan—tanpa penjelasan konteks nilai dan ekonomi pesantren memantik tudingan bias. Sejumlah media menilai peristiwa ini sebagai pelajaran bagi industri penyiaran untuk meningkatkan riset praproduksi dan uji sensitivitas editorial ketika mengangkat isu keagamaan.
Langkah berikut: pihak stasiun menyatakan akan melakukan klarifikasi internal dan pertemuan dengan pimpinan Lirboyo. Komunitas santri meminta pedoman tayang yang lebih ketat agar tidak mengulang kejadian serupa. Potensi penanganan oleh otoritas penyiaran disebut-sebut, namun hingga berita ini terbit belum ada pernyataan resmi institusi regulator. Status: [Menunggu verifikasi] untuk proses penanganan regulator dan detail hasil pertemuan stasiun–pesantren.







