[JAKARTA], Senin, 13 Oktober 2025, WIB — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses awal jual beli lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) untuk periode 2018–2020. Pemeriksaan empat saksi, termasuk tiga notaris, diarahkan pada alur transaksi lahan yang diduga dikondisikan sejak awal.
Pendalaman ini menyusul penetapan perkara dan penahanan dua eks pejabat PT Hutama Karya (Persero) pada 6 Agustus 2025. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghitung indikasi kerugian negara Rp 205,14 miliar, antara lain terkait pengadaan lahan di Lampung. KPK menelusuri apakah terjadi praktik pembelian lahan murah yang kemudian dijual lebih tinggi ke negara.
Nama-nama saksi yang diperiksa antara lain notaris Rudi Hartono, Genta Eranda, Ferry Irawan, dan seorang wiraswasta bernama Bastari. Pemeriksaan menyorot awal proses jual beli lahan serta dugaan pengondisian sebelum transaksi kepada BUMN pekerja proyek.
“Budi Prasetyo, Juru Bicara KPK — ‘Penyidik meminta keterangan tentang bagaimana proses awal jual beli lahan. Juga didalami dugaan pengondisian lahan sejak awal oleh pihak-pihak terkait.’ ”
Bagi warga Sumatra, khususnya pengguna ruas-ruas JTTS, proses hukum ini penting untuk memastikan tata kelola pembebasan lahan yang bersih dan efisien. Pemerintah menargetkan konektivitas antarkota di Sumatra tetap terjaga, termasuk kelancaran logistik pangan dan industri.
Sebagai latar, perkara pengadaan lahan JTTS mencuat ke publik sejak 2024. Sejumlah penggeledahan dan penyitaan dilakukan di wilayah terkait. Pada saat bersamaan, ruas JTTS lain di Sumatra masih berjalan sesuai rencana konstruksi dan operasi, sambil menunggu kejelasan perkara yang sedang disidik.
KPK menyatakan pemanggilan saksi lanjutan dilakukan sesuai kebutuhan penyidikan. Masyarakat diimbau mengikuti perkembangan resmi KPK, sedangkan pemerintah daerah dan pelaksana proyek diminta memastikan proses pembebasan lahan berjalan sesuai regulasi.







